Secara administratif Desa Pagadih / Desa Wisata Pesona Pagadih terletak di kecamatan Palupuh Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat bertopografi perbukitan antara 900 - 1300 Mdpl. Nagari Pagadih didiami oleh 2.200 jiwa yang terbagi kedalam lima (5) jorong meliputi Jorong Bateh Gadang, Jorong Pagadih Mudiak, Jorong Tigo Kampuang, Jorong Banio Balirik dan Jorong Pagadih Hilia, yang pariwisatanya dikelola oleh Pokdarwis Pesona Pagadih dan KUPS Agroekoeduwisata Pesona Pagadih.
Nagari Pagadih memiliki objek wisata yang sangat kompleks yaitu Wisata Alam, Wisata Budaya, Wisata Religi dan Wisata Sejarah.
Perkembangan sektor pariwisata di era globalisasi terlebih di era digital ini perlahan merubah preferensi wisatawan ke pariwisata alam yang tentu menawarkan wawasan lingkungan hidup dan kearifan lokal yang terkandung didalamnya yang kemudian dikenal dengan ekowisata.
Nagari Pagadih di Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam adalah salah satu Nagari yang menarik untuk dijadikan salah satu destinasi tujuan wisata. Selain titik wisata yang hampir tersebar diseluruh wilayah nagari baik yang telah alami terbentuk semisal Goa Kapur Bukik Ngalau yang hanya berjarak 200 meter dari jalan utama. Selain itu Nagari Pagadih juga memiliki kawasan konservasi yang menjadikannya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi Nagari Ekowisata.
Strategi pengembangan ekowisata yang dipadukan dengan sektor perkebunan (Agro) pendidikan (edu) yang dikemas dengan atraksi kebudayaan dan semangat pelestarian alam dan lingkungan diharapkan dapat menjawab kebutuhan dan tren wisatawan dimasa kini dan masa yang akan datang.
Keunikan desa ini yaitu di Sejarah Nagari itu sendiri yang mana Nagari Pagadih mulai terbentuk sekitar tahun ± 1800-an yang
sebelumnya dikenal dengan Kampuang Dalam. Masyarakat yang
datang ke nagari Pagadih umumnya berasal dari Kamang. Hal ini
dapat kita baca dari pantun adat yang masih dipakai masyarakat
nagari Pagadih dalam alur panitahan adat sebagai berikut,
Sitarak diateh bukik
Sabuah jatuah ka lambah
Lah sasak kamang ka bukik
Mangko turunlah ka tujuah lurah
Tujuah lurah yang dimaksud dalam pantun adat diatas adalah daerah-
daerah yang terletak lembah sungai yang berada diseputaran atau
sekitar gunung Sirabungan, yaitu puncak tertinggi yang terletak di
perbatasan dengan kabupaten Pasaman saat ini, dan nagari Pagadih
masuk kedalam daerah Tujuah Lurah.
Adapun mengenai nama Pagadih muncul dari kata perintah ‘Paga-dih!’
yang artinya seseorang memerintahkan untuk memagari suatu daerah
maka ditancapkanlah tongkat yang dibawanya itu ketanah. Lama
kelamaan tongkat tersebut hidup dan tumbuh menjadi kayu beringin
besar yang sampai saati masih hidup ditengah-tengah kampuang.
Lokasi itu disebut ‘tampat’.
Menurut penuturan orang tua-tua dan dipercaya di nagari pagadih
awalnya masyarakat yang datang dari Kamang berjumlah enam suku,
sehingga ninik mamak yang enam suku tersebut dikenal dengan
istilah ‘rajo’ di nagari pagadih, mereka itu adalah
1. DT. Rajo Nagari suku Koto
2. DT. Rajo Pangulu suku Bodi
3. DT. Rajo Panawa suku Piliang
4. DT. Rajo Imbang suku Sikumbang
5. DT. Rajo Ruhun suku Pibada
6. DT. Rajo Panduko Satisuku Jambak
Dari keenam suku inilah lama-kelamaan masyarakat di Pagadih
berkembang. Kemudian ditambah dari suku-suku lain yang datang
kemudian. Hingga saat ini jumlah ninik mamak nagari pagadih sudah
mencapai 20 orang yang dikenal dengan Niniak Maman Nan 20 Dikato
Dalam Nagari.
dan juga di sejarah desa ini dahulunya saat agresi militer belanda Tokoh - tokoh Nasional seperti ; M. Natsir, dan Mr. Syafruddin Prawiranegara bersembunyi di desa ini karena desa ini sangat strategis untuk bersembuyi di sebabkan desa pagadih di kelilingi bukit yang tinggi dan area yang susah di akses pada saat itu.
dan masih banyak keunikan desa ini yang wajib banget para wisatawan untuk kunjungi.
Rekomendasi Kunjungan Saat di Desa Wisata Pagadih.