Pengertian
PRB adalah singkatan dari Pengurangan Risiko Bencana. Desa Wisata Amping Parak menjadikan PRB sebagai sebuah produk wisata, khusus untuk anak. Hal ini disebabkan, edukasi PRB untuk anak selama ini masih mengikuti materi PRB orang dewasa, maka kami menyediakan khusus PRB untuk anak. Salah satu target dari paket ini adalah, wisatawan mengetahui dasar-dasar pengurangan risiko bencana.
Adapun susunan kegiatan pada paket ini adalah:
1. Pukul 09.00-09.30 WIB Pembukaan
2. Pukul 09;30-10.00 WIB Pengantar Mitigasi Bencana
Materi Pra Bencana Gempa
3. Pukul 10.00-11.00 WIB Game Tas Siaga
4 Pukul 11.00-12.00 WIB Game Tata Ruang Aman
Materi Saat Bencana
5. Cara menerapakan 3 B
6. Evakuasi mandiri
INFO TENTANG EKOWISATA BERBASIS PRB
I. Latar Belakang
Wilayah Kampung Pasar Ampiang Parak, Nagari Amping Parak (Desa Adat di Sumatea Barat), Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan merupakan kawasan yang masuk pada kategori zona merah atau rawan bencana misalnya abrasi, badai dan tsunami (Sumber : BPBD Pesisir Selatan). Sementara itu, Pantai Pasar Amping Parak yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia tersebut sebelum tahun 2013 merupakan hamparan
pantai yang tandus dimana hampir setiap tahun terjadi pergeseran permukaan pantai serta terkikisnya bibir pantai oleh ombak.
Tidak kurang dari 3000 orang kini bermukim di kawasan zona rawan bencana alam di Pasar Amping Parak dengan pengetahuan masyarakat tentang
kebencanaan yang amat minim. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran yang amat mendalam bagi sekelompok pemuda/komunitas di Amping Parak dan kemudian tersentak hatinya untuk menyiapkan konsep pengurangan resiko bencana dengan mempersiapkan alam sekitar menjadi benteng utama jika sekiranya bencana datang.
II. Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Konservasi
Komunitas yang menyiapkan konsep pengurangan resiko bencana tersebut adalah Kelompok Laskar Pemuda Peduli Lingkungan disingkat (LPPL). Kelompok ini berdiri 5 Januari 2013 dan ditetapkan dengan SK Walinagari Ampiang Parak. Pembentukan kelompok dimulai dengan inisiasi Haridman dengan cara mengumpulkan masyarakat atau pemuda setempat dan memberikan penjelasan tentang perlunya merintis sebuah kawasan yang sebelumnya gersang menjadi ruang terbuka hijau.
Awalnya tidak banyak pemuda atau masyarakat yang tertarik dengan ide yang saya (Haridman Ketua POKDARWIS LPPL) sampaikan, karena sebagian besar masyarakat masih berpikiran kegiatan lingkungan seperti ini hanya akan menghabiskan waktu saja dan cenderung tidak akan mendatangkan
uang. Namun saya tetap berusaha meyakinkan sejumlah pemuda yang tertarik dengan konsep penyelamatan lingkungan yang saya gagas dengan sejumlah konsekwensi yang harus ditanggung.
Peran Pemuda dan Pelibatan Disabilitas
Pemuda yang mau dan siap untuk mendermakan dirinya untuk penyelamatan lingkungan tersebut adalah Zulkifli, Sepriadi, Rino, Dino, Novendra, Jasman, Srimulyati, Samsuddin, Omricon YP dan Yendri. Sebagian besar dari pemuda ini adalah tidak memilik pekerjaan tetap dan hidup serba kekurangan, namun mereka punya satu cita-cita mulia yakni kawasan pantai yang selama ini belum bermanfaat dapat berubah menjadi pantai yang bermanfaat bagia semua.
Kelompok ini pada kemudian hari juga mengikutsertakan penyandang disabilitas sebanyak dua orang.
Setelah mendapat legalitas dari pemerintah nagari setempat, dilakukanlah pesiapan aksi lingkungan. Aksi pertama adalah menanam pohon ketapang (waru) sebanyak 120 batang. Pohon ini tumbuh dengan baik hingga awal tahun 2014. Kemudian setelah melihat potensi kawasan kelompok ini memantapkan diri untuk konsisten bergerak dalam kegiatan lingkungan dan secara khusus bidang pengawasan dan perlindungan sumberdaya hayati laut di Pantai dan Laut Ampiang Parak.
Penghujung tahun 2014 kelompok berupaya mencari jenis tanaman yang cocok dengan lingkungan Pantai Amping Parak. Maka setelah melakukan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Pesisir Selatan diperoleh kesimpulan bahwa tanaman yang multifungsi dan cocok ditanam di Amping Parak adalah vegetasi pantai berupa cemara laut dan mangrove.
Mangrove merupakan tanaman pantai yang secara teori dapat meredam laju gelombang tsunami dan abrasi sebesar 50 – 60 persen. Tanaman ini juga mampu menyediakan oksigen yang banyak bagi lingkungan sekitar. Sementara cemara laut, nyaris memilik fungsi yang sama. Bila dua jenis tanaman ini tumbuh dengan baik di Ampiang Parak, Maka dengan sendirinya masyarakat sudah sedikit terlindungi dari ancaman bencana.
Maka tahun 2015 kelompok dengan bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia menanam 2500 cemara laut. Tanaman tersebut dapat dirawat dengan baik oleh kelompok. Pada tahun yang sama kelompok juga menanam vegetasi pantai berupa mangrove jenis Rhizopora Sp dengan jumlah mencapai 30.000 batang, vegetasi ini juga dapat tumbuh dengan baik di dalam wilayah pasang surut.
Tanaman Tumbuh, Penyu Mendarat
Selain mengawasi dan merawat vegetasi pantai, pada pertengahan tahun 2015, kelompok juga berupaya melakukan perlindungan terhadap penyu. Semenjak tananaman mulai besar kemudian diketuahui berbagai jenis penyu mulai mendarat untuk bertelur. Langkah awal perlindungan dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk tidak memungut telur penyu yang bertelur di Pantai Amping Parak. Namun akibat sulitnya mengajak warga untuk berhenti mencari telur penyu, akhirnya kelompok melakukan upaya pemindahan
setiap telur penyu yang ditemukan kelompok ke tempat penetasan.
Upaya pemindahan telur penyu dari sarangnya membuahkan hasil pada Bulan Desember 2015 dengan menetasnya 200 tukik dan dilepas ke laut. Kegiatan tersebut terus berlanjut pada tahun 2016 hingga sekarang. Perubahan besar dalam usaha pelestarian penyu ini terjadi pada penghujung 2016 ditandai dengan berhasilnya kelompok mengajak separuh dari pengambil telur penyu untuk menghentikan kegiatan pengambilan telur. Sembari tetap menjaga vegetasi pantai yang ada, kelompok setiap malam melakukan ronda di sepanjang pantai Pasar Amping Parak. Kegiatan ronda ini telah meningkatkan jumlah telur penyu yang bisa ditetaskan di penetasan kelompok.
Kampanye perlindungan penyu yang dilakukan kelompok sebetulnya adalah sebuah srtategi agar masyarakat mau menjaga tanaman yang berfungsi untuk pengurangan resiko bencana tersebut, sehingga muncul semboyan penyu selamat vegetasi pantai sehat.
Kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat ini terpusat di Pondok Informasi yang dibangun pada tahun 2016. Berbagai kegiatan kelompok dan masyarakat juga berlangsung disini antara lain:
1. Aktivitas harian kelompok. Sebelum kegiatan harian dimulai, seluruh anggota
kelompok berkumpul di pondok informasi untuk membagi tugas lapangan.
Kegiatan malam hari juga dipusatkan di pondok informasi dalam rangka
membahas dan evaluasi kegiatan.
2. Tempat rapat mingguan dan bulanan kelompok. Kelompok senantiasa melakukan rapat setiap minggu dan setiap bulan untuk membahas berbagai persoalan dilapangan dan rencana selanjutnya.
3. Sebagai ruang pembelajaran terkait perlindungan penyu bagi siswa/siswi dari berbagai sekolah dan tingkatan . Umumnya kegiatan ini berlangsung pada setiap hari Sabtu.
4. Sebagai ruang belajar bagi warga untuk kegiatan mitigasi bencana alam.
5. Tempat masyarakat memperoleh informasi tentang kegiatan konservasi penyu dan vegetasi pantai.
Perahu motor saat ini menjadi alat transportasi utama setiap hari bagi kelompok dalam usaha melakukan pengawasan kawasan. Perahu motor tersbut sangat memudahkan kelompok dalam mengangkut logistic pengawasan untuk dibawa ke kawasan yang ditanami tanaman atau vegetasi pantai.
Selain itu, perahu juga menjadi alat utama bagi siswa / siswi / masyarakat / organisasi /instansi pemerintah dan swasta untuk keperluan edukasi tentang penyu.
Seiring tingginya minat masyarakat untuk mempelajari penyu dan vegetasi pantai, maka selama bulan Januari 2017, perahu telah mengangkut sekitar 3300 orang.
Pendampingan Pengurangan Risiko Bencana ASB
Disaat aksi penyelamatan penyu dan perlindungan vegetasi pantai gencar di masyarakat dan sudah bisa diterima khalayak maka satu persoalan yakni mempersiapkan lingkungan sebaik mungkin sebelum terjadi bencana sudah teratasi dengan baik. Persoalan selanjutnya adalah soal kapasitas kelompok dan kapasitas masyarakat di Ampiang Parak dalam hal Pengurangan Risiko Bencana. Nyaris seluruh masyarakat awam dalam hal pengurangan risiko bencana tersebut, sehingga jika terjadi bencana yang bakal terdampak
bencana mungkin besar jumlahnya.
Penghujung 2015 ASB datang ke Amping Parak untuk melakukan survey awal.
Kedatangan ASB membawa angin segar untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan bahkan lingkungan dalam menghadapi bencana. Kedatangan ASB Bak pucuk dicinta ulampun tiba.
ASB setelah itu mulai memfasilitasi masyarakat dan pemerintah nagari dalam
membentuk organisasi secara berjenjang. Mulai dari Tim PB Kampung hingga Forum PRB Nagari. Organisasi di berbagai tingkat tersebut kemudian memperoleh pelatihan soal pengurangan resiko bencana. Organisasi bentukan ASB ini kemudian dengan sendirinya memperkuat pemahaman ke masyarakat bahwa kegiatan perlindungan vegetasi pantai dan penyu adalah bagian tidak tepisahkan dari upaya pengurangan resiko bencana.
III. Perencanaan Bersama
Kawasan konservasi seluas 26 herktar pada saat ini juga merupakan kawasan yang masih dapat dimasuki oleh berbgai kalangan sebagai destinasi wisata, disadari juga bahwa dengan berkembangnya minat masyarkat maka pengmbnagan konsep wisata untuk kawasan ini haruslah tepat jangan sampai hanya untuk mengejar jumlah pengunjung wisatawan keberadaan pantai sapanjang 2,7 km akan penuh sehingga akan mengusik penyu-penyu untuk datang bertelur.
Terlebih dengan adanya keberadaan objek wisata kapal karam bawah laut menjadikan lokasi pantai Pasar Ampiang parak semakin menarik, perlu adanya perencaan pengembangan kawasan wisata terutama untuk menjadi kawasan pariwisata minat khusus sehingga kawasan tidak hanya bergantung dengan jumlah pengunjung akan tetapi dengan meningkatkan kualitas wisatawan dengan menjadikan kawasan sebagai lokasi wisata edukasi.
Dengan adanya Program Peningkatan Kapasitas Pengurangan Risiko Bencana dan Ketangguhan Desa Pesisir di Sumatra Barat yang dilakukan oleh ASB maka bersama Laskar Peduli Lingkungan Ampiang Parak akan memberikan dampak pada dua hal, pertama pengurangan risiko bencana dan yang kedua ekowisata.