Pertama, sarikayo ini bisa dikatakan sebagai makanan khas ramadhan. Karena di luar bulan ramadhan sangat sulit untuk menjumpainya. Karena terbuat dari gula aren, tentu makanan ini rasanya sangat manis. Barangkali banyak nilai ataupun makna yang bisa dipetik dari makanan ini. Dalam konteks masyarakat Minangkabau, katakanlah masyarakat nagari Tanjung Haro SIkabu-kabu Padang Panjang, dimana bulan ramadhan adalah bulannya untuk pulang ke kampung, dan menyantap segala yang tidak bisa ditemukan di rantau. Maka, makanan ini menjadi salah satunya. Berkumpul dengan keluarga ditemani oleh "rasa" yang begitu manis.
Kedua, dalam keluarga Minangkabau, khususnya nagari Tanjung Haro SIkabu-kabu Padang Panjang, hubungan kekerabatan itu masih sangat dekat. Dalam konteks ramadhan misalnya, anak yang sudah berkeluarga biasanya akan membawa bahan-bahan makanan ini (pulut katun) ke rumah orang tuanya. Dan di rumah orang tuanya, anak, orang tua, dan keluarga yang lain akan bekerjasama saling membantu untuk membuat makanan ini. Orang tua biasanya akan menjadi leader. Dan si anak dan keluarga yang lainnya akan mengikuti arahan leader apa-apa saja yang akan dilakukan dalam memasak. Artinya, yang bisa dipetik dari makanan ini adalah prosesnya. Dimana dengan "manis" kita bisa merasakan proses dan hasilnya.