Kabupaten Buleleng yang terletak di Bali Utara memiliki panorama alam dan budaya yang menunjukkan ciri khas berbeda dengan Bali Selatan dan Bali Timur, yang nantinya dapat dijadikan umpan ampuh untuk mengundang arus wisatawan mengalir ke Bali Utara. Keunikan yang ditawarkan ini akan menjawab rasa ingin tahu wisatawan untuk dapat berkunjung langsung dan menikmati wajah Bali secara utuh dan menyeluruh.
Secara geografis, Kabupaten Buleleng menjadi kabupaten dengan wilayah terluas dari sembilan kabupaten dan kota madya di Bali. Luas Kabupaten Buleleng hampir sepertiga dari luas Pulau Bali (1.365,88 Ha), dengan bagian utara dibatasi laut yang membentang dari Timur ke Barat sepanjang 144 km dan bagian selatan dibatasi daerah perbukitan. Dengan kondisi ini menjadikan topografi wilayah Kabuppaten Buleleng sering disebut Nyegara Gunung (antara laut dan pegunungan). Hingga saat ini, Kabupaten Buleleng telah memiliki 75 Desa Wisata dan akan terus melakuka pengembangan.
Desa Panji sudah dinyatakan resmi sebagai Desa Wisata berdasarkan Keputusan Bupati Buleleng No. 430/239/HK/2022. Desa Panji termasuk wilayah Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali. Desa Panji berjarak 3 km menuju arah selatan dari ibu kota Kecamatan Sukasada dan 92 km menuju arah utara laut ibu kota Provinsi Bali (Denpasar) atau sekitar 2 jam perjalanan dengan mobil dari kota Denpasar.
Secara geografis batas-batas wilayah Desa Panji adalah sebagai berikut:
Wilayah Desa Panji secara administratif terbagi menjadi 7 dusun/banjar, yaitu diantaranya:
Masing-masing dusun/banjar tersebut juga merupakan satu kesatuan desa adat dengan sistem pemerintahan sendiri. Fungsi terpenting dari desa adat dan agama (adat Bali dan agama Hindu) yang telah dianut secara turun menurun. Sedangkan dalam urusan administrasi pemerintahan kedinasan, banjar-banjar adat tersebut tergabung dalam satu desa dinas, yaitu Desa Dinas Panji.
Prasarana jalan yang menghubungkan pusat pemerintahan desa dengan dusun-dusun yang ada di wilayah Desa Panji sebagian besar berupa jalan aspal yang dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Perjalanan menuju Desa Panji dapat di tempuh melalui tiga jalur, yakni:
(1) Jalur timur (Kintamani – Kota Singaraja – Desa Baktiseraga – Desa Panji).
(2) Jalur barat (Tabanan – Jalan raya Seririt – Desa Baktiseraga – Desa Panji).
(3) Jalur selatan (Denpasar – Jalan raya bedugul – Desa Sukasada – Desa Sambangan – Desa Panji ). Prasarana jalan pada jalur-jalur tersebut berupa jalan aspal yang dapat dilalui oleh kendaran roda dua dan roda empat, termasuk bus.
Desa Panji terletak pada ketinggian berkisar antara 200-700 m atau tepatnya sekitar 650 m dari permukaan laut sehingga termasuk tipologi daerah yang bervariasi yakni terdiri dari kawasan datar dan miring dengan curah hujan rata-rata 1600 mm per tahun. Kondisi lapisan permukaan tanahnya relatif subur dan jenis-jenis tanamannya yang banyak dibudidayakan adalah padi, tembakau, cengkeh, kopi, rambutan, mangga, dan hasil perkebunan lainnya. Luas keseluruhan Desa Panji adalah 1061 ha dan sebagian besar diperuntukkan sebagai lahan pertanian seperti sawah, tegalan, hingga perkebunan dan sisanya berupa tanah pekarangan, kawasan hutan, dan sebagainya. Secara lebih rinci tata guna tanah di Desa Panji diuraikan seperti pada tabel di bawah ini:
No. | Tata Guna Tanah | Luas (Ha) | (%) |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. | Pemukiman Bangunan Pertanian sawah Ladang Perkebunan Hutan Lain-lain | 63 30,85 502 76,75 78 52 259,19 | 5,93 2,90 47,27 7,22 7,34 4,90 24,41 |
Jumlah | 1061,79 | 100 |
Sumber: Profil Desa Panji, 2020
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa dari keseluruhan luas areal Desa Panji, 502 Ha berupa persawahan, dan sebagian besar tanah tersebut dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan (sekitar 78 Ha), sedangkan tegalan menempati posisi ketiga dengan luas 76,75 Ha. Jadi dapat disimpulkan bahwa jika ditinjau dari pemanfaatan lahan sebagai mata pencaharian hidup penduduknya, maka mayoritas penduduk Desa Panji bermata pencaharian di bidang pertanian.
Sadar akan banyaknya potensi yang dimiliki Desa Panji, pemerintah desa bergerak bersama masyarakat untuk memberdayakan potensi tersebut dan terus berinovasi di berbagai aspek hingga berhasil mendapatkan beberapa penghargaan. Adapun penghargaan yang diperoleh oleh Desa Panji diantaranya (1) Desa Proklim terbaik tingkat nasional, (2) Peringkat 20 dari 5.000 Desa Brilian (versi BRI), (3) Tata kelola air terbaik, dan (4) Mendapatkan sertifikat budaya tak benda untuk tradisi megoak-goakan.
Sejarah Desa Panji
Berdasarkan penuturan orang-orang tua salah satunya I Nyoman Kaler, menuturkan bahwa Desa Panji termasuk desa tua karena menurut mereka dahulu raja Panji moksa di Desa Panji. Dikisahkan seorang putra dari Dalem Segening Sesuhunan Bali – Lombok VI, yang berkuasa di Swecapura Gelgel tahun 1580 – 1665 M bernama Ki Anglurah Panji Sakti. Ia beribu seorang sahaya bernama Ni Luh Pasek yang berasal dari Desa Panji, Den Bukit. Konon ketika Ki Anglurah Panji Sakti dilahirkan, di atas pusaran kepala beliau muncul sinar atau cahaya terang yang terus melingkar diatas kepalanya. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan bayi-bayi pada umumnya. Keajaiban ini seolah menjadi pertanda bahwa Anglurah Panji Sakti telah ditakdirkan menjadi seorang raja dengan aura yang dibawanya sejak lahir.
Dikisahkan pada saat Ki Anglurah Panji Sakti berumur 12 tahun, beliau diperintahkan meninggalkan Swecapura dan tinggal di desa asal ibunya yaitu Desa Panji, Den Bukit. Ki Anglurah Panji Sakti berangkat menuju Desa Panji dengan membawa serta keris Ki Semang dan tombak Ki Tunjung Tutur atau Ki Pangkajatatwa. Beliau bersama rombongannya yang berjumlah 40 orang yang dipimpin oleh Ki Dumpyung dan Ki Dosot berjalan menuju arah timur. Beliau dan rombongannya berpamitan di Desa Jarantik dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Samprangan, Desa Kawisunya (wilayah Bandana), Danau Pabaratan (Beratan), dan istirahat makan di Bukit Watusaga (Batumejan) wilayah Den Bukit.
Sesampainya beliau di Danau Bubuyan (Buyan), beliau beserta rombongannya dicegat oleh sesosok makhluk gaib yang diceritakan sangat tinggi, makhluk tersebut kemudia diberi nama Ki Panji Landung. Makhluk tersebut meminta Ki Anglurah Panji Sakti naik ke atas pundaknya lalu diangkat setinggi-tingginya untuk melihat arah Utara (samudra luas), arah Timur (Gunung Toya Anyar/Tianyar), arah Barat (Gunung Banger), dan arah Selatan. Kelak daerah yang dipandangnya itu akan menjadi daerah kekuasaannya. Setelahnya Ki Anglurah Panji Sakti mendengar sabda yang berasal dari angkasa sebagai petuunjuk untuk membunuh Ki Pungakan Gendis. Ki Anglurah Panji Sakti memutuskan untuk naik ke atas Pohon Leca dan mendapati Ki Pungakan Gendis yang sedang dalam perjalanan pulang dari sabung ayam. Ki Anglurah Panji Sakti sigap turun dan mencegat seraya mengacungkan keris pusaka Dalem, Ki Semang. Akhir dari penyerangan tersebut, Ki Pungakan Gendis meninggal dengan sekujur tubuhnya kaku di atas kuda.
Akhirnya, kejayaan nama Buleleng dibawah kepemimpian Ki Anglurah Panji Sakti sangat terkenal diseluruh jagat Bali dan Jawa. Disamping itu Ki Anglurah Panji Sakti mempunyai pasukan tempur handal dengan sebutan pasukan Goak atau Teruna Goak yang dikenang pernah membantu Sriwijaya V saat dikejar Ratu Fatah/anaknya sendiri dalam sejarah islam masuk ke nusantara. Pasukan atau teruna Goak dibawah pimpinan Anglurah Panji Sakti mampu mengalahkan pasukan Paku Buwono I di Mataram. Sekembalinya Ki Anglurah Panji Sakti dari Blambangan dan sesuai sabda palon maka berakhir pula riwayat Ki Anglurah Panji Sakti atau Raja Buleleng 1 ini dengan moksa (mati tanpa mayat) di tempat tidurnya atau di pemeremannya. Tempat moksa Ki Anglurah Panji Sakti saat ini disebut Pura Pajenengan. Pura Pajenengan ini yang disungsung keluarga puri, masyarakat Desa Panji, Panji Anom, hingga masyarakat Buleleng pun tidak jarang ada yang melakukan persembahyangan.
Warisan nama pasuka Ki Anglurah Panji Sakti yaitu Goak, kini dilestarikan menjadi salah satu permainan tradisional rakyat yaitu permainan megoak-goakan. Megoak-goakan menjadi tradisi yang wajib digelar sehari setelah hari raya Nyepi.
Pasukan Goak Barak merupakan pasukan elite milik Ki Barak Panji Sakti yang dibentuk bersampa patihnya yakni Ki Tamblang dan terdiri dari 40 orang. Pasukan ini disiapkan untuk melakukan penyerbuan ke Kerajaan Blambangan. Konon diceritakan bahwa pasukan goak ini adalah orang-orang sakti yang tergabung dalam pasukan perang Panji Sakti. Dia berhasil mengumpulkan orang-orang sakti ini untuk secara sukarela membantu kerajaan Buleleng melakukan penyerbuan. Pasukan inilah yang akhirnya mampu menaklukan Kerajaan Blambangan untuk menjadi bagian kekuasaan Kerajaan Den Bukit.
Pura Pajenengan
Pura Pajenengan merupakan salah satu pura yang terletak di Desa Panji. Secara histori diceritakan bahwa Pura Pajenengan merupakan puri (tempat beristirahat) Ki Anglurah Panji Sakti yang disertai dengan pemerajan. Setelah beliau wafat dengan cara moksa maka puri beliau dirubah menjadi sebuah pura yang dinamakan Pura Pajenengan. Nama Pajenengan ini berarti “tempat penyimpanan bendabenda pusaka” karena didalam pura tersebut yang dulu merupakan bekas puri Panji Sakti, jadi banyak terdapat benda-benda pusaka termasuk keris, tombak, dan benda pecah belah dari China. Terdapat beberapa alasan dari pembuatan Pura Pejenengan, yaitu:
Meskipun belum ada sejarah yang gambling menuliskan sejarah pembuatan pura kahyangan tiga di setiap desa Pakraman di Bali, namun sejumlah sumber mengatakan bahawa asal mula dibangunnya pura kahyangan tiga di seluruh desa pakraman di bali bermula saat pemerintahan suami istri di Bali Sri Dharma Udayana dan Gunaprya Dharmapatni yaitu pada masa kerajaan Bali kuno. Pada masa pemerintahan tahun 989-1011 M.
Monumen Nasional Bhuana Kerta
Monument Bhuana Kerta yang terletak di Desa Panji merupakan salah satu monumen nasional Indonesia. Monumen Bhuana Kerta yang memiliki luas sekitar memiliki luas sekitar 1,350 ha ini menjadi bukti dari perjuangan rakyat Bali melawan kolonial. Diceritakan bahwa Monumen Bhuana Kerta dibangun setelah perjuangan rakyat Bali mempertahankan daerahnya dari Belanda yang ingin memecah persatuan rakyat Bali Utara setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Saat para pejuang Bali kehilangan pegangan material dan fisik perjuangan, maka hanya anugerah Tuhan-lah yang bisa menyelamatkan cita-cita suci bagi kemerdekaan Indonesia. Rakyat pejuang Bali Utara pun membuat sebuah ikrar yang sudah disepakati yang berbunyi: “Bila Republik Indonesia Menang, Ditempat ini Akan Dibangun Sebuah Pura Republik “. Ikrar ini diucapkan para pejuang kemerdekaan pada 17 Januari 1948 di Desa Panji, Buleleng.
Selain pengucapan ikrar, para rakyat pejuang kemerdekaan ini juga menanam dua pohon beringin di bagian selatan dan utara tempat ikrar diucapkan, dengan jarak 17 meter. Terdapat kata “Pura Republik” terucapkan dalam ikrar tersebut, namun belum terpikirkan bagaimana nanti wujud fisiknya. Tetapi sebagai bangsa timur yang banyak memiliki bahasa simbol, hal itu tidak menjadi masalah yang berarti. Interpretasi terhadap kata “Pura Republik” itu tentu akan mudah dilakukan setelah Indonesia betul-betul bebas dari cengkeraman pasukan Belanda. Meskipun beberapa kendala sempat dihadapi, namun akhirnya disepakatilah bahwa yang dibangun bukan pura (tempat suci umat Hindu) melainkan monumen. Bentuk monumen dipilih karena bentuk ini dinilai paling tepat sebagai pelambangan tugu peringatan perjuangan bangsa yang diperjuangkan oleh para pejuang dari berbagai suku dan agama.
Akhirnya Monumen Bhuana Kerta pun dibangun dengan peletakan batu pertama pembangunannya pada 31 Maret 1966. Luas areal Monumen Bhuana Kerta sekitar 1,350 ha. Monumen Bhuana Kerta setinggi 17 meter menjadi visualisasi simbolik angka keramat kemerdekaan bangsa Indonesia.
Puncak monumen berwujud padmasana dan api yang merupakan simbol Tuhan memberi anugerah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Di bawah wujud padmasana dan api terdapat wujud delapan helai daun teratai simbol asthadala, manifestasi Tuhan dalam keyakinan Hindu. Selain itu, bentuk ini merupakan simbol dari bulan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Bentuk badan monumen yang polos adalah simbol dari keluhuran, kesucian dan kejujuran perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia di Bali. Adanya bentuk dulang dengan wujud visual bercelah-celah sebanyak 45 buah di bagian bawah badan monumen, merupakan simbol dari tahun kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pura Desa
Diceritakan pada masa itu ada banyak sekali masyarakat yang mengikuti aliran kepercayaan pada Tuhan atau sekte diantaranya Siwa Sidhanta, Ganaptya, Waisnawa, Pasupata, Budha, Brahma, Bhairawa, Resi dan Sora. Adanya perbedaan ini rentan memunculkan konflik dan untuk menghindari hal tersebut, raja memerintahkan Mpu Kuturan untuk membantu mencarikan solusi dari masalah ini. Akhirnya disepakatilah adanya pesamuan (pertemuan) dengan tokoh-tokoh agama dan sekte, pesamuan tersebut diadakan dan dipimpin oleh Mpu Kuturan dan digelar di desa Bedahulu, Gianyar.
Dari pertemuan dengan tokoh-tokoh pemuka agama di Bali maka dihasilkan keputusan, agar setiap lingkungan masyarakat desa yang mana sekarang dinamakan desa Pakraman atau desa adat agar dibangun Pura Kahyangan Tiga yang berfungsi memuja Dewa Tri Murti. Adapun bagian dari Dewa Tri Murti adalah Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa sehingga setiap sekte dan aliran tersebut bisa bersatu memuja di tempat yang sama dan tidak ada pemahaman berbeda.
Mulai saat itulah konflik-konflik yang sering terjadi karena perbedaan aliran atau sekte bisa diminimalisir dan menerima konsep sosial religius Tri Murti Tatwa, yaitu Tiga Dewa Utama atau Dewa Tri Murti yang dipuja oleh semua masyarakat Bali. Pura Desa sendiri menjadi tempat pemujaan sekaligus istana dari Dewa Brahma. Menurut kepercayaan umat Hindu Bali, Dewa Brahma merupakan dewa yang bertugas sebagai pencipta alam semesta. Dalam pembangunannya, Pura Desa kerap ditempatkan pada area tengah di salah satu sudut Catur Patra atau yang dikenal sebagai perempatan agung.
Pura Penggorengan
Pura penggorengan merupakan tempat yang dulunya dimanfaatkan pemuda/pemudi desa untuk tempat pengintaian kapal-kapal Belanda yang berlabuh di pelabuhan Buleleng. Tempatnya yang tinggi memungkinkan pemuda-pemuda desa melakukan pengintaian disana. Setelah melihat ada atau tidaknya kapal yang berlabuh, pemuda-pemuda desa akan membagikan informasi tersebut dengan merantai dari pemuda yang paling atas bukit sampai ke Desa Ambengan dan akhirnya sampai di Bukit Balu.
Diberi nama “penggorengan” karena pura tersebut berbentuk seperti penggorengan. Selain dijadikan tempat pengintaian, dulunya tempat ini juga dimanfaatkan sebagai tempat meditasi, tapa, dan kegiatan spiritual lainnya.
Kayoan Tembuku Paras
Kayoaan Tembuku Paras merupakan destinasi wisata yang menawarkan pengalaman berwisata yang mengasyikan. Tempat pemandian yang memanfaatkan aliran air alami yang menyegarkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Fasilitas lengkap disediakan untuk menjamin kenyamanan pengunjung saat berwisata mulai dari area parkir yang memadai, warung makan yang menjual aneka minuman dan makanan ringan hingga makanan berat, sekepat, toilet, area bermain anak-anak, hingga sarana penunjang seperti ban yang dapat disewa pengunjung. Dalam perkembangannya, Kayoan Tembuku Paras semakin berinovasi dengan menawarkan spot wisata lainnya seperti penyewaan villa dengan view persawahan, wahana water slide, dan area camping.
Mina Padi
Program Pemdes Panji untuk mengadakan kombinasi pertanian dan budidaya ikan atau disebut mina padi sudah direalisasikan. Mengunjungi mina padi untuk berekreasi, tempat ini akan menawarkan kesejukan pemandangan persawahan yang asri dan juga sekaligus dapat melihat ikan nila yang dibudidaya langsung di persawahan tersebut. Persawahan ditata terasering ke bawah sehingga pengunjung dapat menikmati panorama persawahan dan landscape Desa Panji dari ketinggian.
Pertanian Organik KWT Desa Panji
Desa Panji terkenal akan tanahnya yang subur. Peluang ini ditangkap oleh Kelompok Wanita Tani Desa Panji untuk membuat perkebunan organik yang ditata dengan rapi dan terorganisir perawatannya. Sayuran yang kerap ditanam seperti pokcoy, kangkung darat, kacang panjang, tomat dan cabai. Tak jarang pada saat musim panen tiba, agrowisata dibuka agar wisatawan dapat mengenal jenis sayuran organik, ikut memanen sayuran siap panen, dan langsung bisa dibeli untuk dikonsumsi.
Ranggon Kedu
Ranggon Kedu menjadi pilihan yang tepat bagi wisatawan yang ingin rehat sejenak sembari menikmati panorama alam dan hamparan persawahan yang membentang. Ranggon tinggi di atur berjarak di atas persawahan. Selain menawarkan panorama alam yang menyejukkan mata, Ranggon Kedu ini menyediakan aneka menu minuman dan makanan serta memiliki fasilitas berupa lahan parkir memadai.
Pancoran Kedu
Tempat pemandian alami lainnya yang tempatnya lebih tinggi adalah Pancoran Kedu. Tempat pemandian yang ditata sedemikian rupa dan berjenjang untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung namun tidak menghilangkan sensasi berlibur menyatu dengan alam. Fasilitas lengkap disediakan untuk menjamin kenyamanan pengunjung saat berwisata mulai dari area parkir yang memadai, area bermain anak-anak, beberapa sekepat dengan view persawahan, toilet dan ruang ganti, dan aneka makanan dan minuman. Fasilitas yang sangat lengkap terasa padu dengan konsep tempat pemandian yang memberika ketenangan karena jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Virgin River
Masih bertemakan wisata back to nature, bertempat di lokasi yang paling tinggi terdapat Virgin River yang merupakan sungai dengan air jernih yang belum tercemar. Tidak seperti tempat pemandian yang memperbolehkan menggunakan zat kimia seperti sabun atau detergen, di virgin river pengunjung dihimbau untuk tidak menggunakan bahan yang mengandung zat kimia untuk menjaga kejernihan dan kebersihan air. Tempat yang menyejukkan dan jauh dari keramaian akan memberikan ketenangan berlibur bagi wisatawan. Fasilitas yang disedikan berupa area parkir dan ruang berganti pakaian. Tidak hanya tempat pemandian, di sekitar virgin river wisatawan dapat menjumpai area camping dan air terjun.
Goa Raksasa
Tempat ini bukanlah tempat yang berbentuk seperti goa pada umumnya, tempat ini diberikan nama “Goa Raksasa” karena konon katanya dulunya tempat ini pernah menjadi tempat tinggal atau rumah bagi raksasa. Raksasa ini gemar menculik penari rejang pada barisan paling terakhir karena dianggap paling suci dan digemari roh-roh. Saat ini, goa raksasa dimanfaatkan sebagai tempat meditasi. Terdapat batu yang berisi jejak telapak kaki raksasa yang belum diketahui dari mana asalnya.
Sejarah Gendis
Punggakan gendis merupakan salah satu kerajaan di Bali pada saat masa sistem pemerintahan Indonesia sebelum datangnya Ki Barak Panji. Adapun peninggalan dari kerajaan Punggakan Gendis yaitu lesung batu yang ada diwilayah Gendis.
Rainbow Waterfall
Air terjun ini merupakan salah satu air terjun yang ada di desa Panji. Diberi nama rainbow waterfall kerena air terjun ini akan memunculkan pelangi di waktu-waktu tertentu. Pelangi biasanya muncul pukul 11.00-14.00. Selain menampilkan keindahan pelangi, kesejukan udara pengunjung juga dapat melakukan banyak aktivitas di air terjun ini diantaranya mandi dan tracking.
Balai Subak
Balai subak merupakan tempat yang dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat pertemuan untuk membicarakan hal-hal penting. Subak merupakan peninggalan sejak zaman dahulu. Setiap desa di Bali pasti memiliki balai subak yang puranya disebut pura subak. Pura ini dikhususkan untuk Dewi Sri sebagai dewi kemakmuran dengan rangkaian upacara agamanya yang diperuntukan sebagai bentuk terima kasih atas kesuburan tanah, hasil panen, serta perlindungan pada masyarakat.
Padi Sertifikasi Nasional
Produk padi organik yang dikembangkan masyarakat Desa Panji telah bersertifikasi nasional. Ditempat ini pengunjung dapat merasakan bagaimana saranya menjadi seorang petani.
Wana Shanti
Wana Shanti terdiri dari 2 kata yaitu “wana” yang artinya hutan dan “shanti” artinya damai. Wana shanti merupakan pengembangan objek wisata alam hutan desa Panji dengan 3 air terjun yang dapat dijumpai yaitu air terjun cemara, air terjun dedari, dan air terjun canging. Masing-masing air terjun memiliki pesonanya tersendiri.