Bangsa Indonesia adalah negara yang majemuk. Masyarakatnya terdiri dari beraneka ragam suku, agama, ras, dan budaya. Masyarakat umumnya menjunjung tinggi tradisi kebudayaan yang berkembang turun temurun di lingkungannya khususnya dilingkungan pedesaan. Desa Wisata Pandanrejo (Dewa Pandan), Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo memiliki potensi wisata yang menarik dari segi budaya dan ekonomi, salah satuya adalah Baritan.
Sebelum Desa Pandanrejo terbentuk, dahulu terdapat suatu wilayah pedesaan di perbukitan menoreh bagian paling timur Kabupaten Purworejo. Tepatnya di area perbatasan Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di bagian timur bernama Desa Klepu dan pada bagian barat bernama Desa Pendem. Kedua desa ini mempunyai kebiasaan yang saling berhubungan. Budaya, sosial, dan ekonomi dari masyarakatnya saling melengkapi.Salah satu yang paling menonjol adalah beternak kambing peranakan etawa (PE) ras Kaligesing.
Kambing PE ras Kaligesing merupakan keturunan dari kambing jamnapari asli India. Sekitar tahun 1930-an, Pemerintah Kolonial Belanda membawa kambing jamnapari ke Kaligesing. Kambing jamnapari ini kemudian disilangkan dengan kambing lokal (kambing jawa randu atau kambing kacang). Hasilnya, mamalia hitam putih, berbadan besar, bertelinga panjang terkulai, dan terkenal sampai ke penjuru negeri. Jenis persilangan ini kemudian dikenal sebagai kambing peranakan etawa (PE) ras Kaligesing. Kondisi geografis daerah Desa Pandanrejo sangat cocok untuk tumbuh kembang kambing PE ras Kaligesing. Media transansaksi jual beli kambing ini pun sudah terfasilitasi oleh Desa Pandanrejo yaitu Pasar Hewan Seton. Dengan popularitas Pasar Hewan Seton yang mampu mencapai luar Pulau Jawa hingga Manca Negara masyarakat menjadi lebih mudah dalam memasarkan kambing ternaknya.Oleh karena itu, mayoritas penduduk Desa Pandanrejo beternak kambing ini.
Di Desa Klepu, dulu sering diadakan syukuran untuk ternak mereka. “Selamatan rojo koyo”, begitu dulu mereka menyebutnya. Tradisi selamatan rojo koyo adalah suatu wujud rasa syukur masyarakat Desa Klepu kepada Tuhan yang Maha Esa atas limpahan rezeki melalui ternak mereka.Selanjutnya tradisi ini dilakukan oleh kelompok tani di rumah salah satu anggotanya setiapRabu wekasan wulan Sapar (hari Rabu terakhir pada bulan Sapar) dipimpin oleh sesepuh dari Desa Klepu. Tradisi selamatan rojo koyo dilakukan dengan mengarak kambing PE ras Kaligesing dengan rute Gori Dampyak, jalan raya Gunung Gajah, Kampung Cantik Kotak Jati dan kembali ke Gori Dampyak.Dalam kegiatan tersebut mereka membuat tumpeng lengkap sebagai sajian bujono(makan bersama) untuk dinikmati dalam selamatan tersebut.
Sebelum Desa Klepu dan Desa Pendem menyatu, Desa Klepu memiliki kepemerintahan yang resmi dari kolonial Belanda atau disebut dengan “gelondong”. Sedangkan Desa Pendem memiliki kepemerintahan yang disepakati oleh masyarakat desa tersebut. Untuk memperluas wilayah desa, sekitar tahun 1927 keduanya sepakat untuk digabungkan menjadi Desa Pandanrejo. Nama Pandanrejo diambil dari ciri khas wilayahnya yang banyak ditumbuhi tanaman pandan. Sedangkan kata ‘rejo’ memiliki makna berjaya. Dengan nama tersebut diharapkan desa ini akan terus bertumbuh dan berjaya.
Dalam prosesnya terdapat beberapa penyatuan, salah satunya tradisi selamatan rojo koyo. Wilayah Pendem memiliki latar belakang budaya serupa sehingga Ia dapat menyesuaikan diri dengan tradisi wilayah Klepu. Oleh karena itu, wilayah Pendem dan Klepu bersinergi untuk menjadikan selamatan rojo koyo sebagai budaya Desa Pandanrejo.
Setelah Desa Klepu dan Desa Pendem bergabung menjadi Desa Pandanrejo, pemerintah desa mengangkat acara selamatan rojo koyo sebagai event tahunan. Selamatan rojo koyo dirubah menjadi baritanpada tahun ‘90an. Perubahan tersebut dipelopori oleh kelompok tani Sido Maju 1. Saat itu, kambing PE ras Kaligesing dari desa Pandanrejo menjadi juara kontes tingkat nasional sehingga kelompok tani Sido Maju 1 mengadakan acara selamatan Baritan.Selain sebagai syukuran atas anugerah Tuhan yang Maha Esa melalui hasil ternak mereka, acara ini juga dipakai sebagai peringatan hari jadi Desa Pandanrejo.
Baritan diambil dari kata “Barit” berarti dibarit. Makna dari kata dibarit adalah dikelompokan, digolongkan atau dispesifikasi. Dalam pelaksanaannya, ternak yang diikutsertakan dalam baritan, dibarit sesuai kategorinya masing masing. Harapannya setelah dibarit rejeki melalui ternak tersebut lumintu (baik, lancar dan berkelanjutan).
Awal konsep baritan hanya mengikut sertakan hewan ternak. Hewan ternak yang diikutsertakan antara lain sapi, kerbau, kuda, kambing, dan sebagainya.Kemudian disesuaikan dengan komuditas utama masyarakat Desa Pandanrejo yaitu kambing PE ras Kaligesing. Dalam perkembangannya pengelola Desa Wisata Pandanrejo mengembangkan konsep baritan yang diperbaharui kembali dengan cara mengkolaborasikan selamatan rojo koyo dan sedekah bumi. Dalam konsep baritan yang baru, tidak hanya memamerkan ternak saja melainkan hasil bumi dari Desa Pandanrejo juga.
Baritan diadakan setiap Bulan Rajab, dalam penanggalan Jawa. Rangkaian kegiatan dari Baritan yaitubersih desa, kenduri agung (acara ritual doa dan makan bersama di balaidesa), kirab budaya,proses siraman (memandikan pengantin kambing PE ras Kaligesing), dan di tutup dengan pentas budaya.
Bersih desa dilaksanakan sehari sebelum prosesi kenduri agung, kirab budaya, dansiraman. Bersih desa dilakukan oleh masyarakat di area makam, pesucen (sumber air), tempat-tempai ibadah dan lingkungan sekitar rumah. Kegiatan ini juga memiliki makna untuk membersihkan manah (membersihkan diri lahir dan batiniah). Tujuannyasupaya pada saat acara baritan, lingkungan dan diri kita (lahir dan batin) dalam keadaan bersih.
Pada hari berikutnya dilakuka prosesi adat kenduri agung, kirab budaya dan siraman. Pada prosesi kenduri agung dihadiri oleh para lelaki. Mereka hadir dengan membawa weton (berupa makanan yang berasal dari hasil bumi). Prosesinya berupa doa-doa yang dipanjatkan oleh masyarakat yang bertujuan untuk meminta keberkahan dari Tuhan yang Maha Esa bagi ternak dan hasil buminya. Kemudian dilanjutkan dengan “kembul weton” yaitu makan bersama dari hasil tukar-menukar weton yang dibawa tadi. Prosesi kenduri agung bertempat di aula Gunung Gajah Dewa Pandan. Acara ini dipimpin oleh sesepuh Desa Pandanrejo.
Prosesi kirab budaya dilaksanakan satu hari setelah kenduri agung. Prosesi ini diawali dengan pengambilan air secara simbolis di tuk tulung. Pengambilanya dilakukan dengan cara ritual khusus atau doa yang ditujukan untuk Yang Maha Kuasa supaya air tersebut menjadi berkah. Kemudian air tersebut dibawa kepuncak Bukit Sebutrong untuk di doakan oleh sesepuh Desa Pandanrejo.
Arak-arakan dipimpin oleh cucuk lampah (penunjuk langkah dan pemimpin ritual baritan). Prosesi arak-arakan diawali oleh kesenian incling Langen Sari sebagai pembuka jalan. Arak-arakan diawali oleh cucuk lampah, dan diikuti oleh kepala desa, perangkat desa, lembaga desa, pemanggul gunungan sedekah bumi, rombongan kelompok tani beserta kambing unggulannya, pokdarwis, serta incling Langen Sari. Perjalanan disaksikan oleh masyarakat Dewa Pandan dan dikawal oleh tim CHSE (Cleanliness Health Safety Environment), pengelola Dewa Pandan, serta KAMTIBMAS. Rute perjalanannya berawal dari Bukit Sibutrong melalui Kampung Cantik Kotak Jati dan berakhir di Balai Desa Pandanrejo. Dilanjutkan prosesi siraman.
Prosesi siraman pengantin kambing yang dilaksanakan tidak sembarangan. Air yang digunakan untuk prosesi siraman dilakukan dengan ritual khusus. Air berasal dari “Tuk Pitu” yaitu air yang diambil dari tujuh sumber mata air di Desa Pandanrejo.Ketujuh mata air tersebut yaitu tuk klepu, tuk ngemun, kali tajuk, kali ngares, tuk mbel-mbelan, kali klampok, dan tuk tulung.
Air yang diambil dari setiap sumber mata air dimasukan kedalam kendi tanah. Setelah itu air yang diambil tadi diarak menuju balai desa. Di sana, air dari ke tujuh kendi dicampur dan ditambahkan tiga macam bunga. Bunga yang digunakan adalah bunga mawar, bunga kenanga, dan bunga kantil.
Bunga mawar memiliki simbol akan harapan. Kambing yang dipelihara dan dirawat diharapkan akan membawa keberkahan bagi ternak dan pemiliknya. Bunga kenanga menurut filosofi nama bunga dalam Budaya Jawa ialah “Keneng-a!”, artinya mencapai segala keluhuran yang telah dicapai oleh para pendahulu. Dalam tradisi ini bunga kenanga bermakna agar keturunan dari ternak maupun pemiliknya selalu membawa warisan, budaya, filsafat, serta nama baik dari pendahunya. Bunga kanting memiliki arti menggantung atau dalam Bahasa Jawa“kemantil-kantil” yang artinya selalu ingat dan berhubungan erat walaupun alamnya sudah berbeda. Artinya dimanapun berada harus selalu ingat dan erat pada asalnya.
Dalam prosesisiraman pengantin kambing, biasanya dipilih dari kambing peranakan etawa ras Kaligesing yang berkualitas. Prosesi ini bertujuan memberikan rasa nyaman, tenteram, dan sejuk serta bersih bagi pemilik dan ternaknya. Siraman pengantin kambing ini merupakan simbol dari rasa syukur atas berkah dari Tuhan yang maha Esa melalui ternak mereka. Harapannya, kambing (PE ras Kaligesing) milik masyarakat Desa Pandanrejo akan selalu sehat, dijauhkan dari sekoro-koro (marabahaya/malapetaka), dapat berkembangbiak dengan baik, saat dijual memiliki nilai ekonomis yang baik. Selain harapan bagi kambingnya, diharapkan juga pemilik (masyarakat Desa Pandanrejo) juga mendapatkan kehidupan yang berkah dan barokah. Dari beternak kambing etawa, mereka dapat menopang kehidupan perekonomian yang sebagian besar pekerjaannya adalah petani ternak.
Karena komoditas utama warga Desa Pandanrejo berasal dari beternak kambing PE ras Kaligesing, mereka mengikutsertakan ternaknya ke balai desa. Kegiatan itu bertujuan untuk memeriahkan acara baritan dan mengharap berkah dari Tuhan yang Maha Esa melalui acara syukuran tersebut. Kambing PE ras Kaligesing yang dibawa masyarakat ke balai desa tidak hanya kelas breding (kambing peranakan etawa ras kaligesing kelas kontes), tetapi juga kelas biasa (kambing PE ras Kaligesing dengan kualitas penghasil susu dan daging).
Setelah prosesi siraman selesai, dilanjutkan dengan membagi-bagikan gunungan sedekah bumi. Kegiatan tersebut memiliki makna agar masyarakat Desa Pandanrejo dapat merasakan kemakmuran dari hasil bumi mereka. Mereka juga percaya dengan berebut gunungan hasil bumi yang telah diarak dalam kegiatan baritan niscaya akan mendapatkan berkah dan barokah dari Tuhan yang Maha Esa.
Acara ditutup dengan pagelaran seni budaya tari tradisional“jatilan”. Pagelaran ini dipentaskan oleh grub tari jatilan Langen Sari dari Dewa Pandan. Acara ini digelar dengan tujuan sebagai hiburan untuk masyarakat setelah melaksanakan rangkaian kegiatan baritan.
Kedepannya, Baritan akan di jadikan salah satu wisata budaya di Dewa Pandan. Baritan ini digunakan sebagai event promosi ternak unggulan di Dewa Pandan yaitu kambing peranakan etawa ras Kaligesing. Kegiatan ini juga akan mengangkat olahan hasil bumi yang diproduksi oleh pelaku UMKM di Dewa Pandan.Event ini juga diharapkan mampu memperkenalkan budaya di Dewa Pandan sebagai pengetahuan kepada masyarakat luas serta dapat membantu meningkatkan perekonomian warga Dewa Pandan menjadi lebih baik.