Di tengah arus modern, alat transportasi tradisonal masih mendapat tempat di Banyuurip. Desa Banyuurip bahkan merasa “eman” dan tidak ingin nilai peradaban desa hilang begitu saja.
Cikar atau warga Desa Banyuurip lebih suka menyebutnya Rudo.
Rudo ini adalah gerobak kayu yang ditarik oleh dua ekor sapi. Rudo sudah ada sejak zaman Belanda sebagai alat transportasi. Selain untuk mengangkut orang, juga untuk mengangkut barang.
Begitu melintas di Desa Banyuurip saat ini, jangan kaget jika akan ada suara khas Rudo menyapa warga. Jalannya pelan, stabil, dan pasti. Tidak terburu-buru. Suara klintingan atau lonceng sapi akan terdengar unik dan lembut. Stabil.
Seperti budaya desa yang tidak perlu grusa-grusu. Kades Banyuurip meminta pemilik Rudo harus sebisa mungkin mempertahankan alat transportasi tradisional tersebut.
Sejumlah warga desa pun tetap mempercayakan Rudo untuk mengangkut hasil panen nelayan, petani, barang dagangan atau material bangunan. Warga menghendaki Rudo tetap beroperasi. Warga meyakini mendapat berkah dari sang sapi.
Sampai saat ini masih ada sekitar lima unit Rudo yang tetap beroperasi. Selain budaya dan peradaban transportasi Rudo yang masih terjaga kelestariannya, sejumlah budaya kampung juga masih dipertahankan.