Sebelum Indonesia merdeka Laine belum menjadi sebuah Kampung, tapi adalah sebuah wilayah/Lindongan yang disebut ‘Bedau Tompohe pada waktu itu Kaluwatu dibawah kuasa Raja kerajaan Manganitu yang beranama “ Wutuang. Raja ini semasa Pemerintahannya ia mempunyai seorang Putri yang diincar-incar oleh raja Filipina untuk dijadikan istrinya tetapi raja kerajaan manganitu tidak setuju, sehingga raja berinisiatif putrinya dilarikan ketempat yang bernama “ Bedau Tompohe”, maka berangkatlah raja Wuntuang bersama putrinya dan Manga Lukade/pengawal dari Manganitu menuju Bedau Tompohe dengan memakai perahu yang disebut “ Sope”. Didalam perjalanan menuju Bedau Tompohe ketika menyusuri sungai Tawara ( Salu U Tompohe) tiba-tiba mengalami musibah yaitu perahu Sope yang mereka tumpangi terbalik sehingga semua perlengkapan perang dan bekal habis terbuang, maka tempat itu disebut oleh para pendahulu adalah “Liwua I Wuntu”. Adapun alasan raja menyembunyikan putrinya di Bedau Tompohe karena tempat ini terkenal dengan tanaman pisang, sagu duri, dan talas raja (Daluga), sehingga perhitungan raja putrinya tidak akan mati kelaparan. Setelah mengalami musibah ini mereka berusaha membalikkan Sope agar mereka melanjutkan perjalanan mereka. Maka tibalah disatu tempat, dan tempat itu adalah pertemuan dua sungai yaitu sungai Tawara dan sungai besar ( Salu u Tawara dingangu Salu geguwa). Tempat itu bila diidentifikasikan dengan ekor ayam yang paling panjang, yang orang tua sebut ekor itu adalah Laine ( La La Ine) maka berdasarkan bentuk dari tempat itu, dinamakanlah tempat tersebut Laine, raja Manganitu terus melanjutkan perjalanannya ke Bedau Tompohe dan disanalah Putri Raja berdiam sehingga muncul kalimat dari bahasa yang sederhana namum mempunyai nilai dan arti yang cukup besar yaitu : “Tompohe Dalam Mangaha Laine Lohong Kadadima” yang berarti “Lembah Tompohe yang sangat jauh tetapi ada seorang putri raja yang berdiam”. Laine nanti menjadi sebuah kampung setelah ada seorang Putra Raja Tompohe yang sangat dekat dengan Raja yang dulu disebut Lukade ditunjuk langsung oleh Raja untuk menjadi Kapten Laut yaitu bapak :
Sejak ditetapkan Tompohe menjadi Kampung Laine sampai sekarang sudah ada 12 Kapitalaung yang pernah memimpin dan sementara memimpin kampung Laine.
Keberadaan atau situasi kampung Laine sekarang terdiri dari 8 Lindongan, Masing-masing :
1. Songe Nunu (Pakele)
2. Soa
3. Karalung
4. Pempulu
5. Balane
6. Batumawira
7. Tompohe
8. Tawara
Demikian sejarah Kampung Laine yang disusun oleh Kapitalaung Laine “Noberto Lahengko” berdasarkan sumber data yang diterima oleh Bapak “Yeremia Mananohas” yang masih hidup, lahir pada tanggal 27 Desember 1931.
Kondisi Geografis Desa
Kampung Laine adalah salah satu kampung dari 13 kampung yang ada di Kecamatan Manganitu Selatan, Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan jarak tempuh ke ibu kota kabupaten ± 51.000 m. Kampung Laine dengan total luas wilayah 1.335,1 km², dan luas wilayah hutan 200 km², dengan jenis wilayah desa Pesisir. Terletak ditepi pantai yang sangat strategis dalam bidang pemerintahan, perdagangan/perekonomian, pendidikan dan sebagainya.
Kampung Laine mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Memiliki akses darat dari Ibukota Kabupaten -+ 2 jam perjalanan dengan pemandangan alam yang indah, Desa wisata laine juga memiliki spot foto yang sangat begus ketika mengunjungi semua air terjun.
Waktu terbaik pada saat cuaca cerah, dan bukan musim penghujan. dimana air sangat jernih dan cocok untu bersua foto hingga berenang di aliran kolam air terjun