Desa Kalipucang, Tutur, Kabupaten berada di lereng. Hawa dingin menyergap saat masuk ke desa, sepanjang jalan mata dimanjakan pemandangan areal perkebunan. Aneka tanaman ditanam di perkebunan warga, pohon cengkih, pohon kopi dan pohon sengon.
Di sela-sela kebun ditanam rumput gajah, dan tanaman pisang. Perkebunan taman hias, seperti bunga krisan ditanam di green house atau rumah hijau. Kebun aneka tanaman terhampar hijau, tanaman produktif dan tak ada tanah sejengkal pun yang tak dimanfaatkan bertani. Beternak sapi perah menjadi pekerjaan utama warga setempat.
Dengan jumlah penduduk 4 ribuan jiwa, 90 persen merupakan peternak sapi. Tersebar di Dusun Kuntul Selatan, Kuntul Utara, Dodogan, Cikur, Mucangan dan Jelag. Populasi sapi mencapai 2 ribu ekor dengan total produksi susu per hari 12 ribu liter. Kekayaan alam tak bisa dilepaskan dari kondisi alam yang eksotik dan campur tangan penjajah Belanda saat masuk ke kawasan pada 1911.
Pemerintah kolonial Belanda mendatangkan sapi perah untuk memenuhi kebutuhan susu warga Belanda yang bermukim di lereng Gunung Bromo. Bibit tanaman kopi dan cengkih juga didatangkan. Sistem tanam paksa, memaksa warga setempat menanam pohon kopi dan cengkih serta dipaksa beternak sapi perah.
Hingga kini, pohon kopi, cengkih dan sapi perah menjadi salah satu andalan komoditas warga setempat. Kepala Desa Kalipucang, Tutur, Kabupaten Pasuruan Hariono menuturkan hutan juga menjadi salah satu kekayaan Desa Kalipucang.
Hutan produksi yang dikelola Perusahaan Umum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Pasuruan. Hutan seluas 20 haktare ditanami pohon mahoni. Namun pada 1998, hutan rusak. Terjadi penjarahan besar-besaran, pelakunya sebagian warga setempat.
Kerusakan hutan berdampak terhadap lingkungan. Puncaknya pada medio 2010 yang menyebabkan banjir bandang, belasan ribu rumah di Pasuruan. Kini, kawasan hutan telah hijau dipenuhi aneka tanaman. Sadar kerusakan hutan menyebabkan banjir dan membawa bencana warga turut menjaga kawasan hutan.