Perbukitan yang menjulang tinggi, persawahan yang menghampar luas dan sumber air yang mengalir deras, mungkin itu yang patut menggambarkan kondisi geografis Desa Jajar kecamatan Gandusari kabupaten Trenggalek. Desa ini berjarak 12 KM arah selatan dari pusat kota, yang ditempuh dengan estimasi waktu 25 menit.
Desa ini memiliki luas sekitar 531.137 Ha, dengan jumlah penduduk sekitar 2971 jiwa serta jumlah KK sebanyak 1148. Secara administratif, desa ini memiliki 3 dusun, yaitu: Krajan, Kebon dan Belik.
Melalui potensi alam yang melimpah, menjadikan mata pencaharian sebagaian besar masyarakat Jajar bertani dan bercocok tanam. Petani di Desa Jajar mayoritas menanam padi dan jagung, sedang tetumbuhan yang cocok ditanam di Desa Jajar adalah pala kependhem dan pala gumandul.
Pala kependhem yang dimaksud adalah sejenis umbi-umbian, sedangkan pala gumandul adalah buah-buahan seperti pisang dan pepaya. Selain bertani dan bercocok tanam, sebagian masyarakat Jajar lainnya menjadi peternak. Tentunya rata-rata beternak sapi dan kambing. Pakannya adalah rumput dan daun, atau yang biasa disebut rambanan yang diambil dari wana (hutan), mengingat perbukitan yang ditumbuhi berbagai tanaman.
Hal di atas menunjukkan bagaimana cara masyarakat pedesaan masih bisa mengolah dan memanfaatkan alam sesuai kebutuhan. Selain itu, beberapa hasil alam lainnya juga akan diolah menjadi produk baru. Seperti olahan pisang yang dijadikan sale pisang dan kripik pisang.
Olahan bambu akan menjadi reyeng, sesek dan betek atau kuliner yang unik di Desa Jajar, yaitu cukdeh atau “Pincuk Lodeh”, sajian lontong dengan sayur lodeh yang dibungkus dengan daun pisang yang dirangkap dengan daun jati. Ini adalah makanan tradisional khas Desa Jajar yang tidak mungkin ditemukan di tempat lain.
Kemudian di Desa Jajar terdapat studio alam yang disebut dengan Umbulan Karang. Tempat ini merupakan tanah lapang yang ditumbuhi pepohonan yang besar. Nuansa eksotisme alamnya menawarkan para pengunjung untuk menikmati dedaunan yang rindang dan ijo royo-royo. Sehingga tempat ini cocok digunakan untuk camping ataupun sesi foto di alam terbuka.
Desa Jajar juga masih erat dalam memegang teguh kebudayaannya yang merupakan wujud nguri-nguri warisan adiluhung dari para leluhur mereka. Salah satu budaya yang masih lestari di Desa Jajar adalah Tiban, tradisi memanggil hujan dengan cara menggelar pertandingan cambuk.
Cambuk yang digunakan terbuat dari beberapa lidi aren yang dirangkai menjadi satu atau yang biasa disebut ujung. Tiban biasanya dilaksanakan saat musim kemarau atau ketigo. Folklore yang diyakini masyarakat adalah semakin banyak cambukannya, maka hujan akan semakin deras. Namun, Tiban seringkali dipentaskan sebagai hiburan rakyat dan tidak selalu dilaksanakan saat musim kemarau.
Kemudian ada pagelaran Megengan Show yang dilaksanakan setiap menjelang bulan suci Ramadhan. Event ini bermula dari semangat masyarakat Jajar melestarikan seni dan budaya. Selain itu, Megengan Show merupakan bentuk kegembiraan dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Sehingga bisa dikatakan bahwa event ini merupakan akulturasi antara nilai-nilai Islam dan Jawa.
Selanjutnya ada jamasan atau mandi jamas. Jamasan merupakan ritual mandi sebelum memasuki bulan suci ramadhan yang ada di Desa Jajar. Tujuannya adalah untuk membersihkan jasmani dan rohani untuk memasuki bulan yang suci. Karena pada dasarnya, manusia tidak luput dari dosa dan kesalahan. Maka dari itu, diperlukan sebuah laku menjamas diri. Sebagaimana pusaka, jika manusia tidak dijamas, akan hilang sisi keramatnya.
Kemudian, di Desa Jajar juga terdapat selawat ikonik Bulan Ramadhan, yaitu Salalahuk yang biasanya dikumandangkan setelah salat tarawih dengan diiringi pukulan bedug. Di Desa Jajar, Salalahuk sering dipentaskan di berbagai acara kesenian.
Salalahuk secara bahasa merupakan kata serapan dari bahasa Arab, “shallallahu” yang kemudian dilafalkan oleh orang Jawa menjadi salalahuk. Isi dari selawat ini juga tentang ajaran agama berbalut lagu berbahasa Arab dan Jawa. Juga terselip pujian kepada Nabi Muhammad SAW serta doa-doa keselamatan.
Tentunya, salalahuk merupakan peninggalan berharga dari para pendahulu yang dengan kreativitasnya mampu merangakai nilai-nilai Islam dalam kemasan lokal, tanpa mengurangi esensi dari nilai yang diajarkan.
Dengan demikian, Desa Jajar merupakan desa yang kaya akan warisan alam dan kebudayaannya, yang mana masyarakatnya pun turut serta dalam semangat dalam menjaga dan melestarikannya.