Indah dan menakjubkannya pemandangan, segar nan alami udaranya menjadikan tempat ini surganya bagi para setiap jiwa yang mengintari dan menjelajahnya, berada di sekitaran Lae Renun yang sangat menantang untuk bermain dengan airnya, saat kita menjelajahnya akan terdengar suara burung yang nyaring sambil di ikuti bisikan suara angin dan air begitulah keasikan ekosistem dan penampakan Kawasan Barung-barung yang berada di Kelurahan Bintang Hulu, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi.
Kelurahan Bintang Hulu memiliki luas wilayah 650 ha dengan batas-batas sebelah Timur Lae Renun, sebelah Barat Desa Kalang Simbara, sebelah Utara Desa Bintang dan sebelah Selatan Desa Sitinjo, Berada pada posisi ketinggian 900-910 mdpl dengan suhu rata-rata 27 derajat celcius.
Jumlah penduduk kelurahan ini 2.185 jiwa terdiri dari laki-laki 1.081 jiwa, perempuan 1.104 jiwa, atau 480 Kepala Keluarga yang mayoritas bermata pencaharian dari sektor pertanian 90 persen dan sisanya pedagang, pegawai suasta/pemerintah dan sektor jasa.
Potensi wisata unggulan yang menjadi ikon kampung ini yakni Kawasan Barung-Barung yang mengandalkan kekayaan alam-Budaya yang terdiri dari spot wisata “Lae Mpung”, “Delleng Parsaraton”, “Area Arum Jeram” , “Batu Hija” dan “Balai Pertaki Barung-Barung”
Lae Mpung memiliki ciri khas keotentikan pada sumber airnya yang keluar dari batu darah, airnya jernih dan segar dapat diminum langsung. Lae Mpung dijadikan sebagai air minum dan air untu mandi yang diyakini memiliki kekhasan menyembuhkan penyakit pada perut.
Delleng Parsaraton berada di dekat Lae Mpung dan persis dipinggiran lae renun yang menjadi area Arum Jeram. Delleng (Gunung) ini memiliki keotentikan dan kekhasannya yang sejuk indah dijadikan view (pemandangan) yang dapat melihat nyata wlayah Sumbul, Tigabaru dan Tigalingga. Gunung ini memiliki mitos bagi para warga sekitar yang sering mendengar adanya suara “oning-oningen” (musik tradisional) pada malam hari yang keluar dari gunung tersebut, namun ketika didekati ternyata tidak ada satu orangpun yang sedang bermain “oning-oningen” di gunung tersebut. Gunung ini menantang untuk dijadikan wisatawan sebagai wahana camping area.
Area Arum Jeram di bentangan “Lae” (Sungai) Renun menantang wisatwan untuk bermain keahlian disini. Lae Renun dengan bebatuan dan besaran sungainya sangat memadai. Selain untuk arum jeram, sungai ini juga memiliki banyak ikan (gemuh) yang dijadikan warga sekitar menjadi tempat atraksi “menjala” di sungai yang tergolong deras alirannya. Hanya dengan keahliannlah yang dapat memanen ikan gemuh di sini dan wisatawanpun ditantang ber-atraksi menjala di tempat ini.
Batu Hija, juga ada di perbatasan Kelurahan ini dengan Desa Bintang yang memiliki narasi sejarah lahirnya kekerabatan (padan) antara Marga Bintang dengan Marga Sillalahi (Silahisabungan) yang hingga saat ini masih diakui kedua marga tersebut. Mitologinya adalah ketika marga bintang melakukan “Graha” (peperangan) mempertahankan atau memeperebutkan tanah dengan marga lain di sekitaran lokasi, Marga Bintang kemudian mendapatkan kesulitan dalam “graha” tersebut, sehingga Marga Silalahi kemudian menawarkan bantuan dengan perjanjian apabila Marga Bintang menang maka marga Bintang harus memberi “berru” (anak perempuannya untuk dinikahkan kepada si Marga Silalahi dalam sebuah acara pesta ritual dan menyembelih kerbau, selain itu Marga Bintang pun juga harus memberi sebagian tanah hasil “graha” itu kepada Marga Silalahi. Keseluruhan persyaratan ini kemudian di iyakan oleh si Marga Bintang. Dalam perjalanannya terjadilah “graha” besar-besaran antara Marga Bintang yang dibantu si Marga Silalahi dengan musuhnya dan hasilnya si Marga Bintang memenangkan “graha” ini. Tibalah saat memenuhi perjanjian, si Marga Bintang kemudian menyiapkan acara ritual dan hadirlah si Marga Silalahi persis berada di Pinggiran Lae Renun (Batu Gulangan saat ini). Kerbau pun di sembelih, si “Berru Bintang” (anak gadis Marga Bintang) pun diarak naik “Pantar-Pantar” (istana bercagak) yang telah dipersiapkan sebagai tempat melangsungkan pernikahan. Saat acara dimulai dengan jamuan makan, si Berru Bintang pun kemudian memakan tulang-tulang kecil kerbau tersbut dan sampai di perutnya kemudian seketika meninggal, kemudian di sepakati lagi acara susulan dengan manjanjikan masih ada “berru” (anak gadis) kami kata si Marga Bintang dan si Marga Silalahipun mengiyakannya, kemudian dilakukan hal yang serupa untuk kedua kalinya, si “berru” bintang itupun mengalami hal yang sama dan meninggal, sampai kemudian dilakukan untuk ketiga kalinya lagi-lagi yang dialami “Berru Bintang ini sama. Tiga orang anak gadis marga bintang telah meninggal, sehingga si Marga Silalahi kemudian menawarkan perjanjian bahwa tidak akan terjadi lagi perkawinan Berru Bintang dengan Marga Silalahi, demikian sebaliknya. Marga Silalahi kemudian diberi Marga Bintang sebagian tanah graha itu berada di Juma Gulangan (lokasi graha) yang saat ini berada di Kelurahan Bintang Hulu, demikian halnya Marga Silalahi pun memberikan sebagian tanahnya kepada Marga Bintang di Silalahi Nabolak. Jadilah disepakati perpadanan ini, dan marga Silalahi kemudian pulang dari Bintang ke kampungnya melalui penyeberangan Lae Renun, saat mau menyebarang terjadi lonjakan air sungai renun sehingga tidak dapat dilalui dan bersama-sama Marga Bintang kemudian mengumpulkan batu dari pinggiran Renun dan melempari Sungai Renun, terjadi gumpalan batu kemudian, dan Marga Silalahipun dapat menyeberang, dan batu ini menjadi satu dengan posisi tidak tenggelam walau volume air meningkat hingga kini dan dinamakan “Batu Hija”.
Balai Pertaki Barung-Barung yang dibangun ratusan tahun yang lalu juga ada di tempat ini, rumah adat ini. walau sudah tua namun hingga kini masih dijadikan tempat melakukan “runggu/zikarah-zikarah” keturunan Pertaki Barung-barung untuk membahas atau mendiskusikan hal-hal untuk proses kekerabatan dan kelangsungan kawasan pertaki ini mengikuti proses perubahan dan pembangunan, dan juga dapat dijadikan wisatawan mempelajari sejarah pertaki barung-barung.
Kelurahan Bintang Hulu yang memilik potensi lahan yang kini sudah ditanami Kopi dan Aren dapat dijadikan wisatawan sebagai tempat pembelajaran agroforestry sambil menikmati hidangan kopi khas Barung-Barung dan air aren rasa manis dan pahit. Menjelajah kawasan ini dengan memakai sepeda gunung rasanya sangat menantang.