Desa Ngembat merupakan sebuah desa dalam wilayah administrative Kabupaten Mojokerto pada posisi geografis 7°38'41.7"S-112°27'01.0"E dan 7°40'26.1"S-112°27'14.5"E di bagian selatan wilayah Kabupaten Mojokerto yang berbatasan langsung dengan kawasan kehutanan yaitu hutan produksi (perhutani) dan kawasan hutan lindung (Tahura R. Soerjo).
Kondisi lokal desa ngembat banyak dipengaruhi oleh faktor geografis yang mempengaruhi demografi desa ngembat. Secara kultur kependudukan di desa ngembat merupakan perpaduan budaya dan adat. Banyak penduduk desa ngembat yang merupakan pendatang dari luar daerah pada dulunya, seperti Kediri dan blitar. Hal ini tidak terlepas dari geografis desa ngembat yang berbatasan langsung dengan kehutanan dan perhutani, yang pada jaman dulu perum perhutani banyak mendatangkan pekerja-pekerja perhutani dari berbagai daerah untuk mengelola produksi di lahan perhutani dengan bermukinm di lokasi perhutani kemudian mereka menetap dan menjadi penduduk desa ngembat secara turun temurun dan masih menjalin kekerabatan dengan daerah moyangnya. Dari perpaduan budaya tersebut juga memperngaruhi perilaku dalam kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Gotong royong, bertani, berkebun dan beternak masih menjadi pondasi perekonomian masyarakat desa ngembat secara keseluruhan. Dengan luas desa 113,33 Ha atau 10.3 Km dengan tipologi kawasan yang agak berbukit-bukit, desa ngembat menyimpan potensi alam yang tidak kalah bersaing dengan desa-desa lain dan daerah lain apabila mendapat pengelolaan yang serius sebagai ruang meningkatkan kesejahteraan perekonomian desa dan masyarakat. Berbagai macam budaya serta perilaku penduduk dari berbagai daerah itu tetap terjalin dalam lingkup tradisi jawa. Seperti tradisi bercocok tanam dan masa panen, kelahiran maupun pernikahan serta tradisi-tradisi turun-temurun lain dalam tradisi jawa, namun saat ini tradisi-tradisi tersebut sudah mulai luntur dan ditinggalkan.
Dalam hal kuliner, makanan ataupun masakan khas, desa ngembat memilik makanan khas yang dapat dikemas sebagai kekayaan budaya lokal, yaitu nasi BINDENG. Awalnya kebiasaan membuat nasi bindeng adalah kebiasaan warga desa ngembat pada saat dulu yang melakukan aktivitas di hutan dengan bermalam beberapa hari untuk keperluan berburu binatang liar seperti celeng dan kidang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saat mereka tidak sedang bercocok tanam. Mereka hanya berbekal lauk dan beberapa ons beras untuk kemudian dimasak dalam bamboo jawa (banbu ori/petung) menggunakan kayu bakar saat mereka bermalam dalam hutan. Nasi Bindeng ini biasanya dipadukan dengan masakan lokal lainnya yaitu UMBUT. Umbut ini merupakan masakan lauk lokal yang dibuat dari rotan muda (pupus rotan), kemudian dimasak dengan bumbu pecel. Dalam lokalitas_kawasan desa ngembat sebenarnya terdapat kebiasaan yang sama dalam tradisi turun-temurun mereka. Desa Ngembat terbagi dalam 2 kawasan dusun yang saling terpisah. Masing-masing dusun memiliki kawasan-kawasan tersendiri dalam keseharian mereka. Kawasan pertanian cenderung berdekatan dengan permukiman, kawasan perkebunan lebih banyak memanfaatkan kawasan perhutani sebagai lahan berkebun melalui mitra maupun kerjasama selain lahan-lahan perkebunan yang ada disekeliling permukiman. Sedangkan lahan permukiman cendurung mengikuti alur jalan poros desa ataupun jalan lingkungan, hanya sedikit yang berada jauh dari kedua akses jalan tersebut.
Pembangunan desa selama ini masih sering menganut konsep “membangun desa” dan bukan “desa membangun”. Pada konsep membangun desa, faktor eksternal lebih berperan menentukan arah pembangunan desa dan ini menyebabkan desa semakin tergantung pada bantuan luar. Sebaliknya, pada konsep desa membangun peran masyarakat justru menjadi faktor utama guna membangun desa yang berketahanan. Dalam konteks ini pembangunan Desa Wisata ngembat juga mengacu pada prinsip-prinsip pembangunan desa, yaitu konsep membangun desa. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisi besarnya peranan pihak luar yang sering mengarah bukan pada kebutuhan masyarakat desa. Untuk kepentingan nasional, pembangunan pariwisata perdesaan sering diarahkan pada konsep keserakahan (greedy tourism) dengan tujuan untuk mendatangkan jumlah wisatawan sebanyak-banyaknya. Sebaliknya, pembangunan bersama masyarakat akan menyebabkan pembangunan pariwisata mengarah pada bentuk pariwisata (green tourism) karena berkaitan dengan kepentingan jangka panjang masyarakat itu sendiri.
Konsep Desa Wisata Ngembat ini juga diupayakan mengarah pada keberlanjutan dalam keberlangsungan hidup desa dan warga desa. Juga mengarah pada upaya untuk mengoptimalkan sumber daya pembangunan yang ada. Selama ini desa sebagai sebuah entitas kehidupan sering diperlakukan sebagai obyek pembangunan. Akibatnya banyak terjadi tumpang tindih kegiatan yang bukannya memperkuat namun justru melemahkan desa. Untuk itu, perlu dilakukan perencanaan dan pembangunan lintas sektor dan lintas daerah khususnya dalam pembangunan Desa Wisata ini dengan tujuan mencapai perkembangan pariwisata yang berkelanjutan serta inklusif tanpa berdampak negatif bagi lingkungan hidup dan budaya setempat.
Belum ada atraksi
Belum ada homestay