SEJARAH SINGKAT DAN POTENSI DESA BUDO
Sejarah Desa
Zaman dahulu kala Desa Budo berupa Hutan. Suatu ketika datang dua orang suami istri yang berarsal dari Suku Kaili, Sulawesi Tengah, lama kelamaan mereka memiliki seorang anak perempuan yang berkulit putih yang berambut pirang yang diberi nama Budo, sejak itu nama Desa Budo di ambil dari anak permpuan ini yang berasal dari Suku Kaili, Seiring waktu berjalan kedua orang tua dan anaknya pergi meninggalkan tempat ini hingga tempat ini menjadi lahan perkebunan, waktu demi waktu terus berjalan perkebunan ini kemudian menjadi satu perkampungan atau Dusun yang di namai Dusun Budo.
Awalnya Desa Budo ini adalah Desa yang satu dengan Desa Darunu (Desa Tetangga) Akan tetapi Pada tahun 1950 karena warga perkampungan mulai bertumbuh dan mulai hidup mandiri,kemudian warga pun mulai bertambah banyak dan akhirnya pada tahun 1965 ada Bapak yang bernama Yohanis Pinamangung dengan di bantuh oleh beberapa temannya untuk berjuang memisahkan perkampungan ini dari desa Darunu dengan tujuan untuk berdiri sendiri dan ingin berpisah dari Desa Darunu dan membentuk satu perkampungan yang terdiri dari dua dusun atau jaga yang yang dinamai perkampungan Desa BUDO.
Pada tahun yang sama Bapak Yohanis Salaeng menjabat sebagai Hukum Tua Desa Budo yang pertama,dan dalam masa jabatan beliau akhirnya berkembang menjadi Sepuluh Hukum Tua yang terdiri dari :
Demografi
Adapun batas-batas wilayah desa Budo adalah sebagai berikut :
POTENSI ALAM DESA BUDO
Desa Budo memiliki potensi Alam yang sangat kaya diantaranya
1. Pegunungan
a. Gunung Dapi-Dapi
Gunung Dapi-dapi ini memilki tanaman kelapa, cengkih, pala, pisang dan juga woka, dimana menjadi salah satu penghasilan terbanyak dari Masyarakat Desa Budo itu sendiri, selain itu di area pegunungan Dapi-dapi memiliki banyak tanaman herbal yang berguna untuk menjadi Obat herbal bagi Masyarakat Desa Budo. Pemandangan di bukit Gunung Dapi-dapi sangatlah indah Wisatawan bisa langsung melihat pemandangan Sunrise di pagi hari dan juga Sunset di sore hari, ketinggian gunung ini -+ 300 Meter dari permukaan laut, Pemerintah Desa Budo sudah membuka Gunung Dapi-Dapi sebagai Destinasi Atraksi Wisat Tracking, jadi apabila ada wisatawan lokal maupun asing yang datang mendaki, akan di pandu langsung oleh Guide Pendaki dari Desa Budo, Selai itu yang menjadi salah satu keunikan bagi Desa Budo, yaitu Tanaman Woka yang menjadi salah satu ikonnya Desa Budo, dimana seluruh Jaga/Dusun berlomba lomba untuk menghiasi halaman rumah mereka dengan membangun sebuah Pondok-pondok kecil
Sumber Foto : Dokumentasi Desa Budo
b. Gunung Piring
Gunung Piring ini memilki pemandangan yang sama denga Gunung Dapi-Dapi dimana Kedua Gunung tersebut memilki pemandangan yang sama, perbuedaan ketinggian Gunung Dapi-Dapi dan Gunung Piring hanya berbeda sedikit. Air bersih yang masyarakat Desa Budo milki adalah air bersih yang di ambil dari mata air Gunung Piring, dimana Pemerintah Desa Budo membuat pipa-pipa dari Gunung Piring hingga sampai ke rumah warga agar mempermudah masyarakat untuk mendapatkan iar besih.
2. Laut
Desa Budo juga memilki pemandangan di bawah laut yang tidak kalah indah dengan Taman Laut yang ada di Sulawesi Utara, Selain keindahan dari Pegunungan, Bawah Laut Desa Budo memilki keindahan spesie-spesies yang sangat di minati bagi para Photographer Underwater Manca Negara, Sebut saja salah satunya adalah Pygmy Seahorse
Sumber Foto : Ocena
Hewan kecil indah ini memilki ukuran kurang lebih 2 cm, dan tidak semua taman laut memlki spesies ini, Hewan kecil ini Memiliki nama Latin yaitu Hippocampus bergibanti, Pygmy Seahorse ini memang nyata, dan di Indonesia pun kita dapat menemukannya di beberapa tempat, sepeti Sulawei, Bali & Papua, dan Pygmy Seahorse ini mempunyai bebrapa jenis, yang salah satunya adalah bergibanti pygmy seahorse yang terdiri dari 2 varian warna yang di kenal, yaitu abu-abu dengan tuberkel merah dan kuning dengan tuberkel oranye.
Sumber Foto : Afandi Tulumang & Fiktoor Jacobus
Desa Budo sangat beruntung memilki spesies ini, Usaha Pemerintah Desa selalu memberi tahu kepada masyarakat agar bersama-sama menjaga kelestarian alam bawah laut Desa Budo. Keindahan Bawah Laut Desa Budo sebebelum masa Pandemic Covid-19 banyak banyak yang menjadikan Spot Penyelaman disetiap Resort yang ada di Bunaken, maupun Siladen, karena selain Pygmy Sehorse banyak biota-biota lain yang juga dicari oleh Wisatawan Manca Negara, Berikut ini adalah beberapa foto yang di ambil oleh Penyelam asal German yang di pandu oleh 2 Master Guide Penyelam dari Kuda Laut Resort Siladen
Sumber Foto : Afandi Tulumang & Fiktoor Jacobus
Nudebranchia atau Siput Air
Orang Hutan Crab
Forg Fish atau Ikan Katak
Lion Fish
Octopus
Crocodile Fish
Squid
Crab
Stargeizer Fish
Blue Ring Octopus
Mandarin Fish
Yellow Crab
Nudebrachia
Green Sheahorse
Laut Desa Budo juga sangat berdekatan dengan Pulau Bunaken, Pulau Siladen, Pulau Mantehage dan Juga Pulau Nain, dengan masing-masing berjarak tempuh kurang lebih 30 menit
3. Mangrove (Bakau)
Desa Budo memiliki hutan mangrove (bakau) yang sangat besar, dengan memilki luas sebesar 3000 meter persegi, Adapun Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove yang sampai sekarang Desa Budo Miliki yaitu :
Desa Budo itu sendri terdapat 9 Macam Jenis Mangrove (ujar Pak Mantan Hani Lorens Singa) adapun jenis-jenisnya yaitu :
Jenis-jenis mangrove di atas adalah mangrove bantuan dari PLN Indonesia dan Sebagian sudah memang tumbuh di kawasan Desa Budo. Selain itu yang menjadi bahan pebicaraan warga +62 yaitu Wisata Hutan Mangrove, awalnya Tambatan Perahu ini sudah pernah di bangun sejak tahu 1994 dibawah pimpinan Hukum Tua Bpk. Erens Pianaung dengan bagunan kayu. Seiring waktu berjalan Tambatan Perahu yang di buat di kawan hutan mangrove tersebut hanya bisa bertahan sampai 2002, dan kemudian di lanjutkan reparasi dengan menggantikan bahan kayu dengan betonisasi (Semen)
Setelah beberapa tahun berlalu Tambatan Perahu tersebut rusak dan mulai lagi di bagun kembali pada tahun 2017 di Bawah masa pimpinan Hukum Tua Bpk. Hani Lorens Singa & Ibu. Lisbet Lintogareng yang tadinya adalah Tambatan Perahu nelayan akan tetapi menjadi Destinasi Wisata Hutan Mangrove yang masuk nominasi 5 Terbaik di Sulawesi Utara yang memilki pengungjung terbanyak di masa Pandemic Covid-19 dengan terus mengikuti Protokol Keshatan.
4. Seni & Budaya
a. Seni
Desa Budo memilki seni tari Masamper, Pato-pato & Musik Traditional Gitar Mama, yang sering dipakai ketua ada penyambutan tamu, atau acara-acara dari Dinas. Masamper adalah kesenian tradisional masyarakat Noorder Einlanden dalam bahasa Belanda yang berarti pulau-pulau lebih utara atau populer disebut Nusa Utara, atau Sangihe, Talaut dan Sitaro. Masamper merupakan kegiatan bernyanyi bersama-sama secara berkelompok dan saling berbalas-balasan nyanyian.
Kesenian Masamper merupakan grup seni bernyanyi yang memadukan dua unsur utama, yaitu vokal dan sentuhan geraka harus seirama, disertai dengan gerak tari dari si pembawa lagu (pengaha) dalam tradisi Masamper, tidaklah sekadar menyanyi bersama anggota. Bagian tengah lokasi masamper dibiarkan kosong, menjadi tempat bagi mereka yang mendapat giliran memimpin lagu.
Pada hakekatnya Masamper merupakan media pengungkapan jiwa, mengekspresikan jati diri dan secara khusus memiliki nilai yang universa, religius, interaksi sosial, historis, cinta bangsa dan tanah air, pendidikan dan identitas kultural. Sedangkan Pato-Pato memilki pengerian yang hampir sama dengan Masamper, perbedaannya adalah Pato-Pato membentuk 1 barisan panjang dan mendengarkan aba-aba dari Pangatasen (Dirigen) dan menari sambil bernyanyi. Desa Budo sering mengutus Group Masamper untuk mengikuti Lomba Masamper Tingkat Kabupaten dan sampai sekarang ini Desa Budo sering menjuarai lomba tersebut. Desa Budo memilki 2 Group Masamper yang terdiri dari 15 - 20 Orang ada Group Kaum Bapa (Pria) dan Juga Group Kaum Ibu (Wanita) dengan lagu-lagu dan tarian yang banyak dikuasai. Sedangkan Musik Traditional Gitar Mama sering di pakai pada saat jamuan para tamu
Berikut ini Dokumentasi 2 Group Masamper & Pato-Pato dari Desa Budo :
b. Budaya
Desa Budo memiliki budaya yaitu Upacara Adat Tulude yang dilakukan setiap awal tahun baru, biasanya dilaksanakan bulan Januari atau Februari, Tulude atau sering juga disebut dengan Kunci Tahun, sudah menjadi BUdaya Desa Budo dari zaman Hukum Tua Pertama, yang sampai sekarang masih di laksanakan. Dalam Upacara Adat Tulude, Masyarakat bersama-sama mendoakan Desa untuk kedepannya lebih baik, agar terhindar dari bencana, menolak segala yang jahat yang ada di Desa tersebut, Upacara ini sangatlah sakral menurut kepercayaan, karena apabila salah memotong Kue Tamu atau Tumpeng akan ada masalah yang datang, dan ini sudah banyak terjadi di Desa-desa lainnya, Kue Tamu Adat Tulude ini harus dipotong secara adat, sebelum memotongnya harus berdoa untuk desa. Kue Tamu Adat ini biasanya dibuat Segitiga panjang yang bahan bakunya adalah Nasi Kuning ataupun Waji (Beras Ketan, Gula merah dan Rempah-rempah lainnya).