Di dalam kebudayaan suku Padoe terdapat beberapa warisan adat istiadat yang masih berjalan hingga saat ini, salah satunya yaitu tari moriringgo yang dilakukan pada saat pesta syukuran panen yang biasa disebut Padungku, yang masih berjalan hingga saat ini di beberapa daerah di Luwu Timur, yang mayoritas penduduknya berasal dari Suku Padoe. Tarian moriringgo adalah salah satu tarian tradisional anak suku Padoe (anak suku dari eks kerajaan Luwu), di samping tarian mongkaliboe, tarian laemba, tarian dero dan lain-lain. Tarian moriringgo diiringi dengan dentuman gendang dan gong yang sekaligus memberikan semangat kepada para penari, juga diiringi nyanyian syair lagu berisi puja dan puji terhadap keindahan dan kekayaan alam “Wute Nuha” karena sifatnya yang riang gembira. Tarian moriringgo pada dewasa ini sering ditampilkan pada event-event penting. Termasuk menyambut tamu-tamu atau pejabat-pejabat penting yang berkunjung di Kab Lutim, bahkan sering juga ditampilkan pada hari-hari raya nasional. Selain itu, biasanya tarian ini juga digunakan sebagai tarian untuk pembukaan acara turnamen Tupun perlombaan. Tarian moriringgo adalah salah satu tarian andalan atau kebanggaan di Kabupaten Luwu Timur. Tari Moriringgo adalah tari rakyat yang berasal dari sulawesi selatan yang sejak dahulu sampai sekarang dilestarikan oleh suku padoe. Tarian ini merupakan syukuran setelah selesai melaksanakan panen.Arti kata Moriringo merupakan' Rintangan'.
Tari Moriringgo merupakan tarian yang bertendensi kemenangan yang penuh dengan kegirangan atau sukacita. Tarian ini pada zaman dahulu di tampilkan pada acara-acara syukuran. Disamping acara syukuran karena panen yang berhasil juga pada acara syukuran menyambut pongkiari yang pulang berperang dan menang. Tari Moriringo ini adalah tarian yang umumnya dipertunjukan oleh pemuda -pemuda Suku Padoe. Tarian moriringgo berkembang mengikuti zaman dikarenakan oleh banyak seniman yang mulai membuat kreasi pada tarian ini dengan tidak menghilangkan unsur penting dalam tarian.