Susur pantai peneluran penyu menjadi atraksi sangat menarik dan hanya ada di Amping Parak. Atraksi ini akan menambah pengalaman kepada wisatawan titik - titik yang sering didarati penyu untuk bertelur.
Selain itu, wisatawan juga dapat melihat sarang penyu alami. Bahkan pada titik tertentu, wisatawan juga dapat melakukan kegiatan relokasi telur penyu ke penetasan semi alami.
Susur pantai peneluran menjadi atraksi yang sangat digemari wisatawan, sebab wisatawan dapat menikmati keindahan pantai Amping Parak yang indah dan bersih serta jauh dari hiruk-pikuk.
Susur pantai peneluran penyu dapat dilakukan pada siang hari. Panjang pantai peneluran penyu sekitar 2,7 km. Kegiatan ini dilakukan dengan jalan kaki.
Pesisir pantai Ampiang Parak merupakan tempat persinggahan satwa laut langka yaitu “Penyu” yang merupakan hewan laut penjelajah yang sangat dilindungi. Sebagai negara kepulauan dengan lautan yang sangat luas, di perairan laut Indonesai terdapat 6 jenis penyu dari 7 jenis yang diketahui di dunia (Direktorat KKHL, KKP, 2015). Dari 6 jenis penyu tersebut beberapa jenis diantaranya diketahui singgah dan bertelur di pesisir pantai Ampiang Parak yaitu jenis penyu Lekang, Penyu Penyu Hijau dan Penyu Sisik.
Penyu juga merupakan spesies hewan langka dan memiliki umur yang panjang. Umur seekor penyu bisa mencapai lebih dari 100 tahun. Penyu memiliki kebiasaan berkembang biak yang berbeda dari hewan laut pada umumnya. Setiap jenis memiliki prilaku yang berbeda. Ada jenis penyu yang hanya bertelur pada malam hari dan ada juga yang bertelur di siang hari. Untuk berkembang biak, penyu betina harus melakukan perjalanan ke pantai kemudian menanam telur-telurnya di bawah pasir, hingga kemudian menetas dan tukik (penyu kecil yang baru menetas) mulai merangkak menuju lautan lepas.
Penyu termasuk satwa langka dan dilindungi. Satwa ini termasuk salah satu species yang terancam punah (IUCN,2007). Konvensi perdagangan satwa langka internasional (CITES / Convention on International Trade in Endangereed Species) memasukkan jenis satwa ini kedalam daftar Appendix 1 CITES, yang berarti satwa ini termasuk golongan satwa terancam punah dan tidak dapat diperdagangkan dalam bentuk apapun. Pemerintah Indonesia mengatur perlindungan penyu ini melalui Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam dan Ekosistemnya dan Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang kemudian secara teknis dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 dan Nomor 8 Tahun 1999.