Dalam sejarahnya, kesenian ini dipercaya memiliki kekuatan magis untuk mendatangkan sosok imajiner Dewi Sri. Dalam teosofi masyarakat Jawa Kuno yang kental dengan nuansa mistik dan kebatinan, sosok imajiner Dewi Sri merupakan salah satu gambaran tentang sosok dewa yang dipuja sebagai sang penjaga padi. Melalui Rinding Gumbeng, masyarakat Jawa Kuno yakin bahwa Dewi Sri akan terhibur dan bahagia sehingga kelak akan memberi mereka hasil panen yang lebih melimpah. Ketika itu, masyarakat membawa hasil panen pilihan untuk dipersembahkan kepadanya. Hasil panen tersebut diarak secara meriah untuk berkeliling kampung serta diiringi seperangkat alat musik, berupa Rinding Gumbeng.
Dahulu setelah padi dipetik dengan ani-ani, laki-laki memikul padi dan perempuan memanggul padi. Selama perjalanan pulang mereka diiringi suara rinding dengan rindingan itu. Setibanya di rumah, padi-padi kemudian ditumpuk di lantai dan ditali. Usai ditali, para petani pun membunyikan rinding gumbeng lagi sebelum padi-padi itu dimasukkan dalam lumbung paceklik atau gedungan.
Dewasa ini, Rinding Gumbeng tidak hanya ditampilkan sebagai sebuah ritual tradisional warga Gunungkidul, seperti tradisi upacara adat nyadran di Hutan Wonosadi. Sebagaimana dikatakan oleh salah satu pemimpin grup Rinding Gumbeng di wilayah Duren Beji, Ngawen Gunungkidul, kesenian ini berkali-kali juga dipentaskan dalam ajang festifal bertaraf provinsi maupun nasional dengan tujuan agar terus dapat bertahan dan berkembang. Bahkan, kesenian ini sekarang telah banyak dimodifikasi dengan berbagai tambahan karakter musik. Meskipun demikian, Rinding Gumbeng tetap berusaha mempertahankan ciri khasnya sebagai seni musik tradisional.
Rinding adalah alat musik yang terbuat dari bambu dengan panjang 25 cm dan tebal 2 mm. Di tengah belahan bambu diberi lubang, dan dibuat seperti jarum dengan panjang 20 an cm. Ujungnya diberikan tali untuk menarik disisi lainnya sebagai pegangan. Cara memainkan pun cukup unik, rinding diletakkan di bibir dan mulut agak merenggang, suara dari dalam leher dikeluarkan. Jarum yang ada ditengah rinding akan bergetar, dan muncul bunyi. Sementara, gumbeng sebagai alat pengiring terbuat dari bambu yang beberapa bagian diberi lubang. Membuatnya harus menggunakan bambu khusus, dari begung dan pelepah aren.
Sementara itu, para pemain Rinding Gumbeng memakai kostum yang sangat sederhana. Para penabuh Gumbeng dan peniup Rinding biasanya hanya mengenakan baju dan celana warna hitam dengan ikat kepala dari kain batik dan penyekarnya mengenakan baju kebaya khas petani desa dengan kain luriknya. Seni musik tradisional inipun oleh warga Gunungkidul dijadikan sebagai tradisi ritual setelah panen.