“Ronggéng Gunung”
Desa Bojongsari merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Letak geografisnya berada di pegunungan sebelah utara Pangandaran yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ciamis. Sumber matapencaharian warga Desa Bojongsari sebagian menjadi Penderes Nira atau biasa kami sebut dengan “nyadap”. Hasil dari olahan nira ini disebut sebagai gula merah, produk gula merah diantaranya gula kawung yang berbahan dasar nira aren, gula merah kecil yang biasanya berbahan dasar nira kelapa hingga gula semut yang berbahan dasar dari gula kelapa ataupun gula aren, produk-produk gula ini menjadi salah satu produk unggulan Desa Bojongsari.
Sebagian besar lainnya di dominasi menjadi petani, kegiatan bertani sudah menjadi warisan leluhur di Desa Bojongsari, masa panen biasanya terjadi duakali dalam setahun. Dengan hasil panen itu tak lupa warga Desa Bojongsari bersyukur atas apa yang didapat, ucapan syukur itu biasanya dilakukan dengan ritual adat pagelaran seni Ronggéng Gunung.
Menurut Pak Oman Abdurahman salahsatu sesepuh budaya di Desa Bojongsari, Ronggéng Gunung berasal dari kerajaan sunda pada zaman dahulu, yaitu dari istri Radén Anggalarang yang bernama Dewi Rengganis juga mempunyai Kerajaan Haur Kuning di Galuh Tanduran (sekarang bernama Pananjung Pagandaran). Konon, tarian ini dibuat dalam bentuk mengenang ceritanya.
Dikisahkan oleh tokoh Nyai Mangunsari yang merupakan muridnya Dewi Rengganis, Nyai Mangunsari menyebarkan ajaran Ronggéng Gunung di Bojongsari tepatnya di Kampung Gontélang salah satu kampung yang ada di desa Bojongsari. Di tempat inilah Ronggéng Gunung terus menyebar dan dipentaskan sampai saat ini.
Cikal bakalnya, pagelaran Ronggéng Gunung dipentaskan untuk menyambut musim panen padi, sebagai ucapan syukur kepada Sang Khalik atas hasil panen yang melimpah. Seiring berjalannya waktu dan pekembangan zaman, pagelaran seni Ronggéng Gunung dipentaskan dalam kegiatan menyambut tamu, hajatan, mapag taun dan mengikuti festival kebudayaan.
Waditra ataupun alat musik yang digunakan yaitu Gong, Kenong dan Gendang. Dalam pagelaran seninya gerakan tari Ronggéng Gunung memiliki makna tersendiri di setiap gerakannya, diantaranya yaitu :
Pemeliharaan Waditra yang berupa Kenong, Gong, Gendang biasanya di lakukan pada bulan Mulud tepatnya pada tanggal 12 dengan cara memandikan Waditra tersebut menggunakan air bunga atau dalam bahasa kami disebut dengan mandi kembang. Adapun pemeliharaan patilasan “Pasarean Ronggéng” biasanya dengan pembersihan situs, membakar kemenyan dan menyiapkan sesaji.
Harapan untuk kedepannya, dengan perkembangan zaman yang semakin maju semoga budaya yang telah ada bisa terus dijaga dan dilestarikan sehingga tidak terkikis oleh waktu, salah satu upaya yang dilakukan untuk melestarikan Ronggéng Gunung di desa Bojongsari yaitu mengikuti karnaval kesenian, melatih generasi muda yang biasanya dilakukan seminggu sekali dan mengikuti workshop pelestarian budaya.
Demikian, Cerita Budaya Desaku dari Desa Bojongsari semoga bisa dipetik sebuah pelajaran dan pesan moral dari apa yang disampaikan.