Pada tahun 2020 BUKAKAK sudah mendapatkan predikat Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Nama Bukakak berasal dari kemanunggalan sekte Wisnu dengan sekte Siwa Sambu dengan symbol pemujaannya adalah Nandi – Garuda. Pemujaan Nandi Garuda dalam bahasa Bali kuno desebut Lembu Gagak kemudian menjadi Bukakak yang merupakan bentuk pemujaan terhadap kemanunggalan Wisnu dengan Siwa Sambu, Binatang Babi atau Celeng yang merupakan kendaraan Dewa Sambu sebagai binatang kurban maka bentuk pemujaan ini desebut Bukakak Celeng.
Ajaran ini dapat berkembang diwilayah Taman Beji dan Taman Gunung Sekar sehingga hanya kedua pura ini terdapat proses pemujaan Bukakak yang merupakan satu satunya bentuk peninggalan budaya pemujaan terhadap kemanunggalan Siwa dan Wisnu di Bali. Secara Keno Arsitektural dikedua pura ini terdapat pelinggih Ida Betara Gede Bukakak. Perkembangan Sekte Wisnu pada awalnya sangatlah Kecil, namun lama kelamaan tumbuh menjadi sekte keagamaan dengan pemuja yang sangat besar.
Bukakak diwujudkan sebagai seekor burung garuda/paksi yang terbuat dari ambu/daun enau muda serta dihiasi bunga kembang sepatu/pucuk bang, Sarana yang ditempatkan di dalam Bukakak itu adalah seekor babi (lambang Dewa Sambhu) yang diguling hanya bagian punggungnya saja sedangkan bagian bawah dibiarkan mentah sehingga babi tersebut memiliki 3 warna merah/bagian matang, hitam/bagian yang masih ada bulunya (Dewa Wisnu), & putih/bagian yang masih mentah dan bulunya telah dihilangkan (Dewa Siwa). Jadi Bukakak sendiri merupakan simbol perpaduan antara sekta Siwa, Wisnu dan Sambhu.
Bukakak ini dibuat di pagi hari tepat di hari-H. Setelah selesai, krama desa berkumpul di Pura Pasek/Pura Subak untuk memulai rangkaian Bukakak tersebut. Warga desa yang dipilih untuk mengusung Bukakak/sarad ageng tersebut adalah mereka yang sudah dewasa sedangkan mereka yang masih remaja diperbolehkan mengusung sarad alit, Orang Dewasa (12 th keatas) menggunakan pakaian putih kuning untuk ngogong 'sarad alit', sedangkan yang laki-laki berumur 17 tahun ke atas menggunakan pakaian putih merah untuk ngogong 'sarad ageng/bukakak. Warna putih merah bermakna sebagai simbol darah dan getah kedua warna tersebut merupakan simbol kesatuan semesta. Sedangkan warna putih kuning sebagai tunas kehidupan yang diharapkan kelak bisa hidup dengan sempurna. Mayoritas laki-laki akan berdandan seperti mencoret-coret wajahnya sesuai tradisi.
Upacara Bukakak digelar dua tahun sekali pada bulan April atau tepatnya bulan purnama sasih kedasa menurut kalender Bali, Masyarakat yang melakukan upacara ini adalah krama subak dan krama desa setempat yang memegang teguh adat-istiadat dan kepercayaan secara turun-temurun yang diwariskan leluhur, Upacara ini telah dilakukan sejak jaman dahulu setahun sekali, tetapi karena terkendala biaya maka upacara ini dilakukan dua tahun sekali.
Digelarnya tradisi Bukakak tersebut bertujuan untuk mengucapkan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya sebagai dewi Kesuburan, atas kesuburan tanah dan segala hasil pertanian yang melimpah. Wilayah Desa Giri Emas memang memiliki areal pertanian yang luas, subur dan gembur, sebagian besar warganya berprofesi sebagai petani, sehingga tidak mengherankan juga tradisi Ngusaba Bukakak ini berkembang baik sampai sekarang ini Apalagi memang warga Bali terutama umat Hindu memang sangat menjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhurnya.