Batagak Pangulu merupakan sebuah peristiwa budaya yang paling meriah serta paling mahal. Yaitu peristiwa pengangkatan seorang pemimpin kaum yang kemudian dilewakan (diumumkan) di tengah-tengah masyarakat nagari (adat). Agar supaya masyarakat (adat) tahu, bahwa seseorang itu telah berubah status sosialnya, seorang penghulu. Pemimpin suatu kaum, orang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting di dalam kehidupan masyarakat.
Secara prosesi Batagak Pangulu ini dilaksanakan sesuai ungkapan dalam adat, Kabau didabiah tanduak dibanam darah dikacau dagiang dilapah (kerbau disembelih, tanduk ditanam, darah dikacau daging dimakan). Secara simbolis, menyembelih kerbau dimaksudkan untuk membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri seorang panghulu. Tanduk ditanam artinya membuang sifat-sifat hewani yang cendrung melukai dan membinasakan dari jiwa seorang panghulu pemimpin adat. Darah dikacau adalah mendinginkan darah yang panas dalam hati seorang pemimpin, karena seorang panghulu harus berjiwa teduh mengayomi dia harus tau kalau dia adalah pemimpin tidak boleh berhati dan berdarah panas dalam menghadapi orang yang dipimpinnya. Daging dilapah adalah bahwa seorang ninik mamak dia adalah tempat mengadu anak kemenakannya dikala susah dan kelaparan, harta pusaka tinggi dan ulayat yang diaturnya adalah untuk kemakmuran anak kemenakannya.
Setelah menyemblih seekor kerbau, kemudian di arena perhelatan dipancangkanlah umbul-umbul. Dalam bahasa adat biasanya disebut dengan Marawa dipancangkan. Kemudian, “Malatuihan badia sadantam” (meletuskan bedil sedantam). Setelahnya baru dilewakan di balai adata di tengah orang ramai. Setelahnya, penghulu yang sudah di lewakan ini akan diarak diiringi oleh bunyi-bunyian menuju rumah kemenakan. Dimana, di rumah kemenakan tersebut sudah disediakan semacam perjamuan. Dan semua anak nagari, undangan, dan orang-orang terpandang dalam nagari di jamu makan dan minum.