Sayyang Pattu’du’ digelar untuk mengapresiasi anak yang
telah mengkhatamkan bacaan Al-Qur’annya. Apresiasi tinggi itu dalam bentuk
menunggang kuda yang telah terlatih diiringi bunyi rebana dan untaian
kalinda’da’ (puisi Mandar) dari Pakkalinda’da’ berisi pujian kepada gadis
Pessawe. Tradisi ini dilakukan berdasarkan kepercayaan masyarakat dan bersifat
tradisional atau secara turun temurun.